Selasa, 08 Maret 2011

25. Bayan Ustadz Najib (Ciganjur)


BAYAN MAGHRIB
DAKWAH KERJA TETAP ORANG BERIMAN
Semua manusia di bumi ini mempunyai cita-cita yang sama yaitu bagaimana hidup di dunia ini bahagia. Semua manusia mempunyai cita-cita dan tujuan yang sama dari yang kaya, miskin, sehat, sakit, dikota, ataupun didesa, yaitu ingin hidup bahagia. Untuk bisa mendapatkan kebahagiaan ini ada 2 asbab yang ditempuh manusia :
I. Al Asbab Ad dzohiroh Asbab-asbab yang nampak :
Dari pakaian, makanan, rumah, transportasi, keluarga, jabatan, status sosial, dan asbab-asbab materi kebendaan yang lainnya. Secara Dzohir memang bisa memberikan kebahagiaan, tetapi tidak mutlak jaminannya. Asbab ini bisa juga menjadi asbab datangnya kesusahan. Contoh : Manusia membeli mobil mewah karena bisa memuaskan nafsu keinginan yang harapannya adalah datangnya kebahagiaan. Tetapi dengan mobil yang sama manusia bisa mendapatkan kesusahaan dan penderitaan. Seperti biaya perawatan yang mahal artinya lebih berat lagi mencari uang untuk menutupi biaya. Bahkan dengan mobil yang sama manusia bisa menderita bila terjadi kecelakaan yang bahkan dapat merengut nyawanya.
II. Al Asbab Al Ghoibiyah Asbab-asbab yang tidak nampak :
Inilah yang menjadi asbab kebahagiaan yang hakiki, yang sebenarnya, yaitu dengan Iman dan Amal. Semua amalan agama ini datangnya dari Allah, maka jaminan kebahagiaannya adalah mutlak kepastiannya. Dibalik perintah-perintah Allah ini ada pertolongan Allah. Jadi inilah asbab mutlak datangnya kebahagiaan. Walaupun dia secara dzohir tidak memiliki apa-apa, tetapi jika dia mau beriman dan beramal maka pasti dan pasti dia akan bahagia, dan pasti Allah akan tolong dia. Contoh : Nabi ditawari gunung emas oleh Allah tetapi ditolak Nabi dan Nabi SAW lebih memilih amalan sabar dan syukur. Padahal kondisi dzohiriah Nabi SAW sangat memprihatinkan seperti 3 hari tidak makan, 2 bulan tidak mengepul asap di dapur, dll. Ini karena beliau SAW yakin kunci kebahagiaan ini ada dibalik amal-amal agama bukan pada kebendaan.
Al Asbab Ad Dzohiroh sangat bergantung pada Al asbab al ghaibiyah untuk bisa mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan. Sedangkan asbab ghaibiyah tidak bergantung kepada asbab dzohiriyah untuk mendatangkan kebahagiaan yang sempurna. Asbab dzohir yang sempurna terlihat dimata manusia, tanpa asbab ghaibiyah, tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan sedikitpun. Contohnya seperti Firaun, Qorun, Namrud LA yang memiliki kesempurnaan asbab dzohiriyah, namun karena mereka tidak mempunyai asbab al ghaibiyah, maka mereka sengsara dunia dan akherat. Beda dengan para Anbiya AS dan para Sahabat RA yang secara asbab dzohiriyah mereka nampak sangat kekurangan, tetapi mereka adalah orang-orang yang bahagia dunia dan akherat asbab sempurnanya asbab ghaibiyah mereka. Nabi SAW bagi beliau sudah biasa tidak makan 3 hari berturut-turut, tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok, atau 2 bulan asap tidak mengepul di dapur beliau SAW, tidur hanya beralaskan anyaman daun kurma sehingga berbekas pada kulit dan pipi beliau SAW. Namun walaupun begitu para ulama sepakat bahwa Nabi SAW adalah orang yang paling bahagia di dunia dan di akherat. Ini dikarenakan Iman dan Amalan, asbab al ghoibiyah, beliau yang sempurna.
Pernah suatu ketika 2 utusan romawi datang untuk melihat kehidupan pimpinan umat islam yang berhasil menaklukkan dataran Persia dan Romawi sebagai bangsa terkuat secara asbab dzohiriyah saat itu. Ketika mereka sampai di madinah ketika itu utusan ini yang pertama kali ditanyakan adalah kehebatan asbab-asbab dzohiriyah yang dimiliki pemimpin orang islam ketika itu. Seperti dimana raja kalian, dimana kerajaannya, namun orang islam ketika itu membantah bahwa pemeimpin mereka bukanlah raja dan tidaklah memiliki kerajaan yang dimaksudkan oleh utusan tersebut. Mereka tidak mempunyai raja yang dilayani tetapi seorang khalifah yang melayani ummatnya, tidak ada istana tempat resmi pejabat pemerintahan, tetapi yang ada hanya mesjid tempat para sahabat sering berkumpul. Lalu dihantarlah utusan tersebut menghadap khalifah Umar RA yang ketika itu tertidur dibawah pohon hanya dengan bermodal tongkat. Umar pulas tertidur setelah beronda keliling kampung tidak ada yang menjaganya, tidak ada satpam, anjing, pengamanan, yang ada hanya Allah di hati Umar RA.. Maka terkejutlah utusan tersebut melihat keadaaan umar RA seorang penakluk bangsa yang besar dibandingkan dengan Raja mereka. Ini Umar seorang pemimpin penakluk 2/3 dunia bajunya bertambal-tambal, tidur tidak ada yang menjaga, beralaskan bumi beratapkan langit, tidak mempunyai pengawal dan kerajaan, namun tidur dengan tenang dan nyenyak. Sementara Rajanya mempunyai lemari baju yang banyak, tidur dikasur yang empuk, dikawal ribuan tentara, tidur di istana yang megah, tetapi hidup selalu dalam ketakutan, tidak ada ketenangan, dan tidak bisa tidur nyenyak. Umar yang miskin dari asbab adzhohiriyah tetapi sempurna asbab al ghaibiyahnya maka ketenangan dan kebahagian telah datang padanya. Sedangkan si Raja yang sempurna asbab adzhohiriyah tetapi kosong dari asbab al ghoibiyah maka yang datang kepadanya adalah ketidak tenangan dan penderitaan. Inilah perbedaan diantara mereke berdua seorang Umar RA dan si Raja Romawi. Umar karena sempurna asbab al ghaibiyahnya Allah masukkan kekayaan ke dalam hatinya sehingga hatinya menjadi kaya seperti kayanya dzohirnya seorang raja.
Tidak ada satu nabipun yang menganjurkan kaumnya untuk kerja lembur banting tulang buat mengurusi dunia untuk bisa mencapai kebahagiaan dengan membangun pabrik, meluaskan sawah, memperbesar toko, memperbaiki perdagangan, dan asbab dzohiriyah lainnya. Tetapi semua Nabi AS mengajak kaumnya hanya kepada Allah dengan jalan menyempurnakan keyakinan dan asbab-asbab ghaibiyah untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna. Jika asbab ghaibiyah ini sempurna maka kebutuhan akan asbab dzohiriyah akan berkurang. Ini dikarenakan ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki akan datang melalui asbab ghaibiyah bukan dengan asbab dzahiriyah. Jika asbab ghaibiyah sempurna diamalkan maka asbab dzahiriyah akan datang, namun ketika itu kebutuhan akan asbab dzahiriyah akan berkurang. Sebagaimana di jaman sahabat ketika harta ghanimah datang melimpah ruah ke pintu-pintu rumah para sahabat tetapi semuanya tidak ada yang menyimpannya dibagi-bagikan hingga habis. Ini karena asbab ghaibiyah sempurna diamalkan sehingga kebutuhan akan dzohiriyah berkurang.
Dalam mahfum firman Allah :
“ Siapa yang dipagi hari dari kamu beriman, sedangkan mereka berbadan sehat, dan mempunyai tempat tinggal. Walaupun kamu hanya satu hari makan dan tidak ada jaminan makan untuk esok harinya, maka dia seakan-akan telah mendapatkan dunia beserta seluruh isinya. Hidup bagaikan mendapatkan mimpi para raja.”
Seseorang datang kepada Nabi SAW mengadukan masalah kelebihan orang kaya yang mampu melampaui mereka dalam beramal karena harta mereka. Semua sahabat yang miskin fikirnya adalah bagaimana caranya berprestasi dalam beramal bersaing mengalahkan prestasi amal orang kaya. Disini Nabi SAW tidak menganjurkan para sahabat yang miskin untuk mencari duit yang banyak atau menyempurnakan asbab-asbab dzohiriyah lainnya, tetapi yang diberikan oleh Nabi SAW adalah amalan lagi. Mereka diberi amalan tasbih, tahmid, takbir sebanyak 33 kali, jika disempurnakan dengan tahlil maka dosa-dosamu akan diampuni, dan tidak ada yang bisa melebihi amalan ini kecuali bagi mereka yang mengamalkannya juga. Lalu mereka pergi mengamalkan. Namun keesokan harinya mereka kembali lagi kepada Nabi SAW mengeluh perkara yang sama disebabkan yang kaya ikut mengamalkan apa yang mereka amalkan. Tetapi apa kata Nabi SAW, “Beruntung orang-orang yang telah Allah lebihkan amalnya.” Ini karena mampu tidaknya beramal seseorang bukan karena kemampuan tetapi karena kasih sayang Allah sehingga Allah tolong dia untuk bisa beramal.
Jika orang yang mempunyai asbab ghaibiyah dengan sempurna bertemu orang dengan asbab dzahiriyah yang sempurna, pasti Allah akan menangkan orang yang sempurna asbab ghaibiyahnya dibanding dengan orang yang sempurna asbab dzahiriyahnya saja. Seperti ketika perang Badr, sahabat hanya mempunyai asbab ghaibiyah saja ketika itu yaitu Yakin yang sempurna kepada Allah, Do’a dan Sunnah Nabi SAW. Maka ketika itu kaum kafir yang hanya mempunyai asbab dzohiriyah saja dan jauh lebih siap dibandingkan dengan pasukan sahabat, mampu di porak porandakan oleh para sahabat dengan bantuan Allah Ta’ala. Sahabat perang di Badr dalam keadaan lapar sehingga melempar tombakpun tidak kuat. Namun ketika tombak terlempar, walaupun tidak kena atau meleset, tetapi banyak musuh yang terbunuh ketika dilewati oleh tombak tersebut. Ada sahabat yang berpedangkan hanya dari ranting , tetapi sekali tebas dengan ranting tumpul puluhan kepala orang kafir terpisah dari badan mereka.
Allah berfirman mahfum :
“ Bukan kamu yang melempar, tetapi kamilah yang melempar. Bukan kamu yang membunuh tetapi kamilah yang membunuh mereka.”
Inilah pertolongan yang Allah berikan kepada mereka yang sempurna asbab ghaibiyahnya. Siapa yang membunuh ? Allah, siapa yang memberi kemenangan ? Allah. Inilah kekuasaan Allah, jika Allah sudah menentukan hasil siapa yang mampu merobah dan menghalanginya. Allah berkuasa dan kekuasaannya tanpa batas, dan tidak ada satu mahlukpun yang mampu membatasi kekuasaan Allah walaupun seluruh mahluk dari jin, manusia, malaikat berkumpul untuk membatasi kekuasaan Allah. Orang yang hanya mempunyai asbab dzohir saja tanpa ada asbab ghaibiyah maka hidupnya akan seperti sarang laba-laba gampang hancur. Kelihatannya sukses dan bisa mendatangkan kebahagiaan dengan menangkap nyamuk, semut, dan kebutuhan lainnya, padahal sekali pukul dengan sapu bisa langsung hancur berantakan. Begitulah rapuhnya dan lemahnya kehidupan orang yang hanya melengkapi asbab dzohiriah saja.
Ketika Nabi SAW hendak hijrah ke madinah, Nabi SAW bilang kepada Ali RA bahwa nanti mereka akan bertemu kembali di madinah. Padahal ketika itu jiwa mereka sedang terancam akan dibantai oleh pasukan khusus orang kafir quraish terdiri dari 100 orang pendekar-pendekar tangguh yang mengepung rumah Nabi SAW. Ketika itu justru Ali RA tidak ada rasa takut karena yakin dengan perkataan Nabi SAW bahwa mereka akan bertemu kembali di madinah, dan mereka tidak akan mati malam itu. Bagaimana Nabi SAW menyelesaikan masalah malam itu yaitu dengan asbab ghaibiyah, dengan amal, dengan membaca surat yasin. Sehingga Allah datangkan rasa kantuk kepada para pendekar itu. Walaupun ada satu orang yang dibiarkan terjaga oleh Allah, namun orang tersebut tidak mampu melakukan apa-apa bahkan membangunkan temennya sekalipun ketika Nabi SAW dan Abu Bakar melintasi mereka. Lalu Nabi SAW diperintahkan Allah Ta’ala bersembunyi di goa thur ketika di kejar oleh 100 pendekar pembunuh bayaran kaum quraish. Ketika itu Nabi SAW melihat Abu Bakar RA menangis, sehingga beliau SAW menegur Abu Bakar RA untuk tidak takut. Abu Bakar RA menjawab yang dia takuti bukan keselamatannya tetapi yang ditakutinya adalah keselamatan Nabi SAW. Lalu apa kata Nabi SAW : “Sukakah kamu jika ada 2 orang yang ketiganya adalah Allah. Janganlah takut karena Allah bersama kita.” Disini Allah hendak memberi pelajaran bahwa Allah kuasa membangun tembok baja di depan goa, atau mengirimkan ribuan malaikat untuk melindungi Nabi SAW, atau mendatangkan burung ababil seperti ketika melawan Abrahah, tetapi Allah pilih sarang laba-laba yang lemah untuk mengalahkan 100 kopasusnya orang-orang Quraish. Ini karena Allah hendak menunjukkan betapa lemahnya manusia dan logikanya. Bahkan ketika itu pasukan tersebut tidak mampu menundukkan kepalanya untuk melihat kebawah goa yang tertutupi sarang laba-laba. Inilah yang akan terjadi jika manusia hanya mengandalkan akalnya atau logikanya saja, maka orang seperti ini akan membuat banyak kesalahan dan jauh dari petunjuk Allah. Mereka fikir, “Tidak mungkin Nabi SAW ada di dalam goa, karena goa ini tertutupi oleh sarang laba-laba, jika dia ada di dalam pasti sarang ini sudah hancur.” Inilah lemahnya logika manusia dan hebatnya kekuasaan Allah.
Dalam suatu riwayat kisah sahabat, pernah ada sahabat yang dikirim ke negeri Cina untuk buat dakwah disana. Lalu didapati oleh para sahabat ini bahwa orang cina berdagang beras dengan takaran yang tidak betul dicampur dengan debu agar lebih berat. Orang cina tempatan berdagang dengan cara menipu. Lalu para sahabat ini membeli beras tersebut, membersihkannya, dan dijual kembali dengan harga yang semestinya dan takaran yang benar. Para pedagang cina berkata kepada para sahabat ini, “Bagaimana kalian bisa beruntung jika cara dagang kalian seperti itu.” Ini karena yang dicari sahabat adalah keberkahan dari perdagangan yang jujur dan adil sesuai yang diperintahkan Allah Ta’ala. Inilah yang diyakini sahabat bukannya perdagangan, toko, beras, uang, yang memberi kehidupan kepada mereka, tetapi Allahlah yang memberi rizki dan kehidupan kepada mereka. Asbab cara mereka yang jujur dan adil ini dalam berdagang membuat para sahabat ini menjadi terkenal, sehingga dipanggil ke kerajaan oleh sang raja. Lalu para sahabat ini memberi dakwah kepada sang raja tentang keadilan dan kejujuran dalam berdagang. Asbab dakwah sahabat ini, Raja mengeluarkan Kepres atau surat keputusan bahwa yang boleh berdagang hanya orang islam saja. Asbab ini banyak orang cina berbondong-bondong masuk islam, sehingga nampaklah perubahan dari cara berdagang mereka ketika itu menjadi perdagangan yang islami. Dagang berdasarkan ketaatan kepada Allah inilah yang mendatangkan keberkahan dan pertolongan Allah.
Jika orang beriman ini sempurna ketaatannya kepada Allah maka alam akan berkhidmat kepada mereka. Di dalam hadits Qudsi Allah berfirman mahfumnya Allah akan buat suasana yang membantu hambanya. Matahari terang disiang hari agar manusia bisa bekerja, hujan hanya turun dimalam hari agar pertanian dan alam dapat mendatangkan keberkahan pada manusia. Hujan tidak akan turun disiang hari agar manusia tidak kesulitan untuk bekerja, dan tidak ada halilintar yang memberikan perasaan takut kepada manusia. Semuanya akan dibuat mudah oleh Allah buat manusia. Alam akan berkhidmat kepada manusia jika dia beriman dengan benar dan beramal dengan sempurna. Sebagaimana dijaman Sahabat RA, para sahabat mampu menundukkan alam, dan alam berubah-ubah tergantung keinginan sahabat. Seperti minta hujan disiang terik maka turunlah hujan di kebunnya saja, jalan diatas air, mengeluarkan air dari tanah, menghentikan gempa dengan kakinya, menghidupkan yang mati, dan lain-lain. Ini semua karena mereka sempurna iman dan amalnya sehingga alampun tunduk pada mereka.
Allah berfirman mahfum :
“ Seandainya penduduk suatu negeri beriman kepada kami, maka kami akan datangkan rizki dari atas dan dari bawah mereka. Tetapi mereka ingkar sehingga mereka kami adzab.”
Jadi sebelum kita mati kita targetkan Iman ini agar kita bisa meninggal membawa kesempurnaan Iman. Bagaimana kita targetkan selemah lemahnya Iman atau Iman ini minimal seperti yang Allah mau yaitu dapat taat kepada Allah selama 24 Jam. Dan bagaimana ketinggian Iman kita dapat mencapai taraf atau derajat Iman para sahabat yaitu ketika Iman ini sudah tidak terkesan pada segala keadaan dan segala sesuatu selain Allah. Suatu ketika Abu Hurairoh RA di jamu oleh pendeta dalam suatu hidangan makan. Ketika makan roti yang dipegang Abu Hurairoh ini terjatuh, lalu Abu Hurairoh membersihkannya dan dimakan kembali karena menurutnya ini sunnah. Namun melihat hal itu seseorang menegur Abu Hurairoh untuk tidak melakukan itu seperti orang yang tidak pernah makan saja dan memalukan derajat orang islam. Mendengar teguran itu Abu Hurairoh marah dan berkata: “Mengapa aku harus meninggalkan sunnah kekasihku dan mengikuti orang yang bodoh itu.” Inilah keimanan dan keyakinan sahabat terhadap sunnah, mereka rela dipermalukan daripada harus meninggalkan sunnah Nabi SAW.
Bagaimana kisah sahabat Abdullah ibnu atha’ alias Abu Hanzalah, ketika menjadi tawanan raja romawi, Abu Hanzalah diminta untuk meninggalkan keimanannya dengan imbalan akan diberikan separuh dari kerajaannya. Namun apa kata Abu Hanzalah : “Walaupun engkau berikan seluruh kerajaanmu kepadaku maka aku tidak akan meninggalkan islam walaupun hanya sekejap mata.” Melihat hal itu sang Raja menjadi marah sehingga memerintahkan algojonya untuk memanah Abu Hanzalah kecuali jika dia mau meninggalkan keislamannya. Lalu apa kata Abu Hanzalah : “Aku lebih baik mati dalam keadaan beriman daripada harus hidup dalam keadaan kafir.” Melihat hal ini maka sang Raja tidak kehabisan akal, sehingga memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan tungku panas yang besar untuk menakuti Abu Hanzalah. Para orang-orang muslim yang menjadi tawanan tersebut digilir diceburkan kedalam tungku yang panas dan menjadi syahid. Namun ketika giliran Abu Hanzalah tiba, dia malah menangis. Sang Raja berpikir akhirnya Abu Hanzalah menyerah juga dan mau meninggalkan keislamannya. Ketika ditanya mengapa Abu Hanzalah menangis, dia menjawab : “Aku menangis bukan karena takut mati, tetapi aku menangis karena hanya mempunyai satu nyawa. Andai kata nyawaku sebanyak bulu dibadanku maka aku akan ceburkan semuanya kedalam tungku panas ini.” Mendengar jawaban ini sang raja terkejut dan terkagum melihat keteguhan Iman Hanzalah RA. Atas kekagumannya ini sang Raja hanya meminta Hanzalah untuk menyium keningnya saja. Abu Hanzalah bersedia melakukannya dengan syarat asal raja bersedia membebaskan seluruh orang islam yang menjadi tawanan. Inilah Iqromul Musliminnya sahabat kepada kawan-kawannya. Mendengar kargozari tentang Abu Hanzalah, maka saat itu umar mewajibkan para kaum muslimin untuk mencium jidad Abu Hanzalah dimulai dari umar RA sendiri.
Nabi Ibrahim AS ketika diancam mati dengan kobaran Api, Iman beliau tidak bergeming, walaupun itu dengan tawaran bantuan dari malaikat, tetap Nabi Ibrahim AS tidak terkesan. Nabi Ibrahim AS hanya terkesan dengan bantuan Allah saja dan tidak tertarik dengan bantuan mahluk walaupun itu dari malaikat. Kita hari ini tidak ada yang mengancam dan tidak ada yang menawarkan keduniaan Iman kita mudah tergoyah jika melihat cara hidup orang kafir. Di desa rajin ibadah, lalu ke kota terkesan suasana, sibuk kerja, lalai dari amal, terbawa suasan maksiat, akhirnya jadi ahlul maksiat. Asbabnya karena telah meninggalkan perintah Allah terutama sholat.
Hari ini asbab Ad Dzohiroh kita jauh lebih baik dari jaman para sahabat, namun sahabat asbab Al Ghoibiyah jauh lebih baik dari kita. Karena kita jauh dari Al Asbab Al Ghoibiyah maka akhlaq kita tidak sebaik bahkan jauh dari qualitas akhlaqnya sahabat RA. Kemerosotan akhlaq ini nampak karena kita telah meninggalkan jalannya para sahabat dalam menyempurnakan asbab Al Ghoibiyah. Berapa banyak hari ini kita berutang tetapi berapa banyak yang mau memikirkan pembayarannya, dan bagaimana nasib si pemberi utang jika hutangnya tidak di bayar. Sudah berjanji tidak ditepati bisanya bikin susah orang. Kita harus jadikan diri kita seorang mukmin yang berguna dan seorang mukmin yang tangguh, tidak cengeng sedikit-sedikit mengeluh. Minimal kita harus jadikan diri kita tidak menyusahkan orang lain. Hari ini karena nafsu kita besar, keinginan kita banyak sehingga kita tidak bahagia. Ada satu mobil pingin dua. Ada satu rumah pingin dua, dan seterusnya. Orang seperti ini tidak akan pernah puas dan tidak akan pernah bahagia. Sahabat dapat kepala kambing sangking bahagianya tidak melupakan dirinya terhadap tetangganya. Bukannya ingin lebih tetapi malah memberi seluruhnya kepada tetangganya yang lebih membutuhkan. Inilah kesempurnaan Iman dan Kebahagiaan sahabat.
Jadi perjuangan kita hari ini adalah bagaimana Al Asbab Al Ghoibiyah sempurna diamalkan oleh diri kita, keluarga kita, dan ummat diseluruh alam. Mengapa hari ini masalah manusia tidak selesai-selesai ini bukan karena ekonomi, politik, teknologi, tetapi karena manusia jauh dari agama. Ketika Nabi SAW diutus, semua masalah manusia selesai hanya dengan asbab kalimat : “Ya ayyu hannas qullu La Illaha Illallah Tuflihu : wahai manusia ucapkan tiada tuhan selain Allah maka kamu akan bahagia”. Hari ini kenapa teknologi, ekonomi, pertanian, perdagangan dapat maju ? ini karena manusia meluangkan waktu dan sungguh-sungguh menekuninya. Ingin menjadi Sarjana tetapi tidak ada waktu untuk kuliah bagaimana bisa ? ingin punya anak tetapi tidak mau kawin bagaimana bisa ? Begitu juga dengan Iman dan Amal. Jika kita ingin Iman dan Amal kita sempurna maka kita harus luangkan waktu. Allah berfirman mahfum : “Orang yang beriman tidak akan ragu-ragu berjuang di jalan Allah, dan merekalah orang-orang yang benar.” 
Ustadz Najib, Mesjid Jami Kebun Jeruk, Jakarta, Bayan Markaz, Kamis, 20 Februari 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar