BAYAN MAGHRIB
USAHA MENGHIDUPKAN AMALAN MASJID
Kita harus yakin pada yang ghaib sebagaimana kita yakin pada yang nyata. Seperti ketika kita melihat dan memegang tangan kita sendiri, ini adalah sesuatu yang pasti dan nyata. Seperti ketika kita melihat tembok, tanah, mobil, dan lain-lain yang masih nampak oleh mata dan tersentuh oleh tangan kita. Kita harus yakin pada perintah Allah yang ghaib sebagaimana kita yakin terhadap benda-benda dan apa yang kita lihat manfaatnya. Semua yang kita lihat saat ini adalah pasti, sedangkan janji Allah ini lebih pasti lagi. Kita tidak bisa melihat usus kita, jantung kita, otak kita, dan bagaimana fungsinya, tetapi kita meyakini bahwa itu semua ada dan berfungsi dengan baik. Begitu pula dengan janji Allah yang tidak dapat kita lihat harus kita yakini fungsinya dan eksistensinya sebagaimana kita yakin pada jantung, usus, dan otak kita, walaupun kita tidak melihatnya. Namun pada hari ini, Yakin kita masih tertambat hanya pada yang nampak saja, sehingga kita seringkali meninggalkan perintah Allah yang ghaib hasilnya ini demi mendapatkan yang nampak. Padahal yang nampak baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Berapa banyak orang yang merasa beli mobil mewah itu baik tetapi ternyata setelah dibeli tau-taunya malah menyusahkan seperti : perawatannyalah, pajaknyalah, ongkos bensinnyalah, dan lain-lain. Begitu juga dengan membeli rumah mewah, tetapi ternyata malah merepotkan, seperti listrik lebih mahal, bersihinnya lebih susah, dan semua biaya meningkat. Ini asbab nafsu kita yang besar dan logika kita yang mengira bahwa semua itu baik. Jadi sesuatu yang nampak baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, tetapi yang baik menurut Allah sudah pasti baik bagi kita. Untuk itu kita harus mengutamakan yang ghaib dulu atau perintah Allah diatas nafsu atau keinginan kita terhadap yang nampak. Jika ini bisa kita lakukan, ini baru namanya orang yang beriman dan yakin pada yang ghaib. Berani menafikan yang nampak dan hanya membenarkan yang ghaib itu baru namanya Iman.
Jangan kita sampai celaka seperti Iblis Laknatullah Allaih, karena celakanya iblis ini bukannya karena si iblis ini tidak yakin pada Allah tetapi karena Iblis ini sombong. Iblis sendiri yakinnya sempurna, bahkan mengakui bahwa Allah yang menciptakannya, “…Engkau ciptakan Aku dari Api…” ini kata Iblis. Kata-kata “Engkau ciptakan aku dari api ini” ini merupakan kalimat pengakuan dari Iblis bahwa Allah adalah Khaliq dan dia hanya mahluq ciptaanNya. Jadi Iblis sendiri keyakinannya sempurna dari pengakuannya sebagai ciptaan Allah. Bahkan ketika itu Iblis berbicara langsung dengan Allah berarti yakinnya sangat sempurna seperti sempurnanya yakin kita ketika kita melihat benda-benda disekeliling kita saat ini dan dapat merasakannya. Ini kesempurnaan Imannya Iblis, sehingga menurut logikapun bisa dibenarkan bahwa Iblis menolak sujud kepada Adam AS sebagai simbol pengabdian bahwa sujud itu hanya untuk Allah. Namun disini kesalahan Iblis adalah bahwa dia hanya melihat perintah Allah saja, bukan melihat siapa yang memerintahkan. Sehingga yang terlihat oleh Iblis adalah kekurangannya Adam AS dan Kelebihan dirinya, gengsi dan derajat. Disini Iblis melogikakan perintah Allah menurut akal dia, bukan karena siapa yang memerintahkan, inilah yang namanya kesombongan. Jadi saat ini, yakin saja tetapi tidak mau menjalankan perintah Allah, ini tidak cukup dan tidak benar. Yakin lalu taat pada seluruh perintah Allah walaupun itu tidak bisa diterima oleh akal kita, ini baru benar namanya. Yakin tetapi tidak mau taat ini seperti pembalap yang yakin pada kemampuannya dalam membawa mobil di jalan raya tetapi tidak mau ikut aturan lalu lintas maka suatu saat nanti dia akan mendapat masalah bahkan akan celaka. Kesalahan kita hari ini suka melogikakan perintah Allah dan tidak melihat siapa yang memerintahkan, yaitu Allah sebagai yang mengeluarkan perintah. Sehingga ini menyebabkan kita menolak perintah Allah seperti Iblis. Menolak perintah Allah dengan logika, yaitu yang baik menurut kita saja bukan dari sisi Allah, inilah yang namanya kesombongan. Jadi sifat sombong ini adalah salah satu sifat yang sangat dibenci Allah. Yang harus kita jaga adalah apa perintah Allah untuk kita lalu kita amalkan dalam kondisi apapun. Mengapa harus kita amalkan padahal tidak masuk diakal ? karena ini Allah yang memerintahkan. Jangan kita kotak-katik perintah Allah seperti Iblis, menurut mau kita saja, tetapi kita lihat siapa yang memerintahkan. Pada hakekatnya semua kebenaran dan kebaikan ini hanya Allah yang tau. Kita ini tidak tau apa-apa, hanya sok tau saja. Seakan-akan merasa diri ini lebih tau dari Allah ini baru kesombongan namanya.
Di dalam Qur’an mahfum Allah bilang bahwa Ibrahim AS ini adalah satu umat, padahal dalam tata bahasa bahwa umat itu adalah plural atau banyak. Sedangkan Ibrahim AS hanya satu orang kenapa dibilang satu umat oleh Allah Ta’ala. Ini karena Ibrahim AS membawa tugas dan amanah dari Allah. Sebagaimana ada dalam suatu riwayat dikatakan oleh Nabi SAW bahwa Muadz bin Jabar RA ini adalah satu umat, ini dikarenakan kesungguhan dan ketegaran Muadz RA dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh Allah dan RasulNya kepadanya. Keteguhan dan kesungguhan seseorang dalam mengamalkan perintah Allah ini menjadi perbedaan setiap orang dalam mengamalkan agama. Inilah sebabnya satu orang bisa menjadi atau mewakili satu umat yang sama dalam kesungguhan dan keteguhan dalam beramal. Sedangkan kita ini adalah Choiru Ummah, Umat Terbaik, karena kita mengemban Amanah Allah dan NabiNya yaitu melanjutkan tugas kenabian. Apa itu tugas kenabian? yaitu Dakwah. Apa itu Dakwah ? yaitu Mengajak Manusia kepada Allah. Segala sesuatu yang datangnya dari Allah, inilah yang namanya kebaikan dan pasti baik. Sedangkan yang mungkar ini adalah segala sesuatu yang datang selain dari Allah dan bertentangan dengan apa yang Allah perintahkan. Dulu yang namanya Nabi harus dilantik dulu, tetapi kita ini dipilih langsung oleh Allah melalui perantara Nabi SAW dan Al Qur’an. Dalam Al Qur’an Allah perintahkan pada Nabi untuk menjelaskan Jalan Hidupnya dan untuk memberitahu siapa itu pengikutnya. ”Qul Hadzihi Sabilli Ad’U Illallah ala Bashirotin ana wamanittaba’ani…” : Katakanlah wahai Muhammad : Ini adalah jalanku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan Hujjah yang nyata….” (12:108). Siapa itu pengikut Nabi SAW yaitu orang-orang yang mengajak manusia taat kepada Allah. Tugas Nabi adalah Dakwah kepada Allah dan begitu pula pengikut-pengikutnya.
Jadi kita perlu tanamkan bahwa kita berdakwah ini karena perintah Allah dan karena tanggung jawab kita sebagai Umat Nabi SAW. Betul haram hukumnya dakwah tanpa Ilmu, tetapi modal dakwah adalah sampaikan walaupun hanya satu ayat. Jangan ketika berdakwah kita berbicara perkara yang kita tidak tahu ilmunya, tetapi sampaikan apa yang kita ketahui ilmunya. Ilmu seperti apa ? yaitu apa-apa yang diajarkan dan disampaikan ulama kepada kita. Inilah yang kita sampaikan kepada orang lain. Sedangkan kita keluar ini adalah untuk belajar menyampaikan dan dalam rangka memperbaiki diri. Jangan kita keluar atau berdakwah dengan niat untuk memperbaiki orang lain, karena jika itu terjadi nanti ketika orang lain terperbaiki, kitanya malah terancam menjadi seperti orang munafik. Mengapa kita menjadi seperti orang munafik, karena kalau kita tidak amalkan apa yang kita ucapkan berarti hanya dimulut saja seperti orang munafik. Lalu jika orang lain tidak terperbaiki kita akan kecewa. Jadi niatkan ketika dakwah adalah untuk perbaikan diri sendiri maksudnya apa yang kita ucapkan itu untuk diri kita sendiri, kita nasehati diri kita sendiri di ulang-ulang, kita kesankan agar masuk ke hati dan dapat mengamalkannya secara istiqomah. Jangan kita sampai kecewa kalau orang tidak tertaskil oleh dakwah kita, karena hidayah itu ditangan Allah bukan ditangan kita. Bahkan nabi sekalipun tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang dia cintai. Jadi kita keluar ini tujuannya untuk diri kita sendiri bukan untuk orang lain, yaitu agar kita bisa dapat fikir dan risau Nabi SAW. Jangan kita lari dari masalah dan kesulitan, karena mujahaddah kita dalam menghadapi kesulitan atau masalah ini dapat menjadi sarana tarbiyah, pelajaran, bagi kita untuk dapat membentuk sifat sahabat dalam diri kita dan agar kita bisa mendapatkan pengalaman Iman. Apa itu pengalaman Iman yaitu pengalaman dimana kita bisa merasakan kebesaran Allah dan pertolongan Allah atas diri kita dalam menghadapi masalah.
Kita keluar dijalan Allah ini bukan karena mendapatkan cuti, atau dapat izin keluarga, atau kerjaan yang sudah rampung, kalau karena ini berarti kita syirik kepada Allah. Dapat keluar karena kemudahan dari Mahluk, jika ditolak oleh mahluk kita tidak mau keluar di jalan Allah, ini syirik namanya, takut keluar karena mahluk. Siapa itu mahluk ? selain Allah adalah mahluk. Jadi jangan sampai kita takut kepada selain Allah. Jika kita tidak takut kepada Allah maka Allah akan buat hidup kita takut pada segala sesuatu seperti takut miskin, takut dimarahin, takut dimusuhin, takut dipecat, takut sama istri, dan lain-lain. Penting kita luruskan niat lagi untuk apa kita keluar di jalan Allah. Karena Amal ini tergantung dari apa yang di niatkan. Di jaman Sahabat ada seorang pemuda berperang dengan gagah berani lalu mati di medan pertempuran, tetapi apa kata nabi bahwa pemuda itu penghuni Neraka. Ini dikarenakan pemuda itu berperang bukan karena Allah tetapi karena dia ingin mengangkat nama kaumnya. Begitu juga ketika Nabi SAW hijrah ke madinah ada seorang pemuda ikut hijrah tetapi Nabi SAW menyayangkan hijrahnya pemuda itu. Ini disebabkan pemuda itu hijrah karena wanita yang dicintai bukan karena Allah. Sehingga ketika dia mendapatkan apa yang dia inginkan, Allah tidak beri dia pahala hijrah karena agama.
Kita keluar di jalan Allah bisa kapan saja dikarenakan rasa takut kita pada Allah bukan karena yang lain-lain. Cara mengikis sifat syirik ini yaitu dengan pergi di jalan Allah, semata-mata karena Allah, dengan meninggalkan perkara yang kita cintai : dari anak, istri, rumah, harta, perdagangan, dan lain-lain. Nabi SAW bersabda mahfum, “Tidak sempurna Iman kamu sebelum kamu mencintai Allah dan Rasulnya melebihi cinta kamu terhadap apa-apa yang kamu cintai seperti : anak, istri, harta, rumah, perdagangan, bahkan diri kamu sendiri.” Jadi sebenarnya ketika kita keluar di jalan Allah yang paling banyak berkorban ini adalah keluarga kita sendiri. Bagaimana kondisi mereka ketika kita tinggalkan itulah tanggung jawab kita. Jika kita keluar ini tidak tertib maka kita dzolim terhadap keluarga kita. Kita dzolim kepada keluarga kita karena kita telah menyia-nyiakan pengorbanan mereka dan waktu mereka. Tetapi jika kita keluar dengan tertib dan Allah telah jadikan kita asbab hidayah maka ini manfaatnya adalah untuk keluarga kita. Disini Yakin kita dan Yakin keluarga kitapun akan terperbaiki. Segala pahala yang kita dapat dari Keluar di jalan Allah akan mengalir juga kepada keluarga kita. Tetapi jika kita tidak bisa mengambil manfaat ketika kita keluar di jalan Allah dan tidak tertib, maka keluarga kitapun tidak akan mendapatkan manfaat apa-apa. Sedangkan Jika kita tidak keluar maka yakin keluarga kita masih bergantung pada mahluk yaitu kita sebagai kepala keluarga. Jika keluarga kita meninggal dalam keyakinan seperti ini berarti resikonya kita telah membiarkan keluarga kita mati dalam keadaan syirik kepada Allah. Atas perkara ini penting kita dakwahkan perkara Iman kepada keluarga kita dan libatkan mereka dalam kerja agama sehingga mereka bisa terperbaiki imannya seperti kita dan bisa merasakan pentingnya berkorban untuk agama. Dengan ini maka Iman keluarga kita akan terperbaiki dan terjaga. Hari ini mengapa umat lemah Iman dan tidak faham agama, ini dikarenakan umat saat ini tidak dilibatkan dalam pengorbanan atas Agama. Dahulu sahabat untuk bisa kuat Imannya dan faham atas agama yang Nabi SAW bawa, ini dikarenakan nabi SAW mengikut sertakan para sahabat dalam perjuangan agama.
Nabi SAW sudah memberikan kita warning, peringatan, kepada kita dalam mahfum hadits dikatakan nanti di akhir zaman jika kita tidak buat dakwah, maka nanti diakhir jaman akan terjadi :
1. Tidak tertinggal dari Islam melainkan hanya sekedar nama saja
Hari di KTP orang Indonesia banyak yang menyatakan agamanya Islam tetapi kelakuan dan kehidupannya jauh dari yang dicontohkan Nabi SAW
2. Tidak tertinggal dari Al Qur’an hanya sekedar tulisannya saja
Hari ini berapa banyak mesjid yang ramai dari ukiran-ukiran kaligrafi Al Qur’an tetapi kosong dari amal agama mesjidnya.
3. Tidak tertinggal dari mesjid melainkan hanya bangunan-bangunan megah saja
Hari ini orang berlomba-lomba membangun mesjid tetapi tidak memikirkan bagaimana memakmurkannya, sehingga mesjidnya kosong dari jemaah.
Hari ini mesjid banyak dimana-mana tetapi kosong dari amal agama. Di Kordova, Spanyol, Mesjid Kordova pernah menjadi pusat perkembangan Islam di dunia, namun kini telah menjadi pusat pariwisata, bahkan didalamnya terdapat gereja. Ini asbab ditinggalkannya Dakwah sehinggah fungsi mesjid telah hilang dan orang tidak ada lagi yang peduli dengan mesjid. Di Indonesia saja ada ± 300.000 mesjid, dan di jakarta berapa banyak mejid mewah dan megah. Namun berapa banyak mesjid yang 5 waktu orang ramai sholat berjamaah. Dan berapa banyak yang sudah makmur hidup dengan Amalan mesjid Nabawi ? Hari ini orang ke mesjid bukan bertambah keimanannya, tetapi malah makin rusak seperti dipakai untuk berbisnis, membicarakan aib orang lain, dipakai sebagai sarana untuk politik, hujat menghujat orang lain. Hari ini di Mesjid bukan terlihat suasana akherat tetapi malah suasana maksiat kepada Allah seperti wanita yang memakai pakaian yang terlihat auratnya. Padahal di jaman Nabi, ketika orang kafir masuk mesjid ke mesjid Nabi, setelah keluar telah bisa menjadi orang beriman. Di zaman Nabi SAW setiap ada masalah bisa langsung ke mesjid, lalu pulang-pulang masalah bisa terselesaikan dan hati bisa tenang. Beda kita hari ini, orang kafir ke mesjid malah dipakai foto-foto untuk pariwisata, dan ketika orang Islam ke mesjid bukannya hilang masalah malah tambah masalah, seperti ditagih sumbanganlah, musti berpihak pada siapalah dan lain-lain. Mengapa hari ini kita lihat orang ke mesjid buat melaksanakan ibadah tetapi ketika keluar dari mesjid masih terus bermaksiat dan tidak berhenti dari berbuat dosa. Padahal Mesjid ini Allah perintahkan dibangun atas dasar Taqwa, Takut kepada Allah. Tetapi mengapa ketaqwaan kita tidak bertambah ketika kita masuk ke mesjid. Ini dikarenakan mesjid tersebut tidak mempunyai ruh. Apa itu ruh dari mesjid yaitu amal-amal agama, dan inilah yang dibentuk oleh Nabi SAW dimesjid Nabawi yaitu membuat Amal Mesjid. Apa itu Amal Mesjid Nabawi yaitu Dakwah, Taklim, Dzikir Ibadah, dan Khidmat. Sehingga orang yang tadinya kafir masuk ke mesjid nabawi keluar-keluar sudah masuk Islam. Ini dikarenakan di mesjid hidup amal-amal agama. Nabi SAW itu sendiri adalah Ketua Mesjid pertama, Takmir Mejid Awallun, yang kerjanya memikirkan bagaimana Mesjid Nabawi ini dan mesjid-mesjid kecil disekitarnya bisa makmur. Caranya adalah dengan mengirimkan rombongan Dakwah dan menerima rombongan orang-orang yang mau belajar agama. Inilah fikir Nabi SAW, bahkan ketika hijrah ke madinah yang Nabi SAW fikirkan pertama kali bukannya tempat tinggal untuk dirinya, dimana keluarga dia tinggal, tetapi bagaimana mesjid dapat berdiri. Di sekitar Madinah ini ada mesjid-mesjid kecil dimana Nabi SAW mengirim rombongan dakwah ke mesjid-mesjid itu dan menerima rombongan atau perorangan dari mesjid-mesjid itu buat belajar agama kepada beliau SAW.
Madinah sebelum Islam masuk merupakan kota yang tidak kalah Jahilnya dari Mekkah. Di Madinah ketika islam belum masuk terdapat banyak sekali rumah-rumah perjudian, pelacuran, bahkan orang-orangnya bisa dibilang Jahil dan Barbar. Namun asbab dihidupkannya Dakwah dari Mesjid Madinah oleh Nabi SAW, ini seperti cahaya yang menerangi kegelapan. Jadi bagaimana kita bisa menghilangkan kegelapan, maka perlu kita hadirkan amalan nuraniat, atau amalan yang dapat menghadirkan nur cahaya dari Allah. Jika cahaya masuk kegelapan pasti hilang. Sehingga lambat laun rumah-rumah yang mempunyai bendera putih atau lambang kemaksiatan ketika itu perlahan-lahan lenyap dari kota madinah asbab dakwahnya Nabi SAW dan para Sahabat RA. Lalu penduduknya menjadi orang-orang yang Allah muliakan dan kotanya diberi gelar Al Munawaroh yaitu tempat terpancarnya Cahaya atau Hidayah. Begitu juga kalau kita sering ke mesjid, maka sepulangnya kita dari mesjid, kita akan menjadi sarana untuk menghantarkan nur rahmat dan hidayah Allah kepada rumah-rumah kita. Mesjid ini adalah pusat turunnya rahmat dan nur hidayah Allah. Jadi Mesjid ini adalah generatornya Nur Hidayah dan kita adalah kendaraannya untuk menyebar Nur Hidayah tersebut. Jika generatornya mati, maka matilah sarana penyebar rahmat dan hidayah.
Jadi mesjid ini adalah jantung dari suatu kota atau desa atau daerah. Jika mesjidnya baik dalam artian hidup amal-amal agama seperti amal mesjid Nabawi, maka baiklah daerah itu. Tetapi jika mesjidnya mati berarti matilah daerah itu, maksudnya daerahnya gersang amal dan banyak permusuhan atau masalah. Mesjid yang hidup dengan amal agama dan ramai jemaahnya, maka daerahnya akan makmur, seperti hidup sillaturhami, ukhwah yang baik, rukun, tentram, dan damai. Setiap ada masalah maka dapat diselesaikan oleh jemaah mesjid itu. Tetapi daerah yang mesjidnya mati dari amal agama dan sepi dari jemaah, maka daerahnya akan timbul banyak masalah seperti permusuhan antar tetangga, ketidak pedulian sosial, kejahatan akan berkembang, perjudian, permabukan, dan perzinaan akan tersebar di daerah itu. Dan ini adalah suatu kenyataan yang terjadi dibanyak daerah. Jika yang haq tidak ditegakkan dan disebar, maka yang bathil akan masuk dan tersebar. Jika tidak ada dakwah atas yang haq maka dakwah atas yang bathil akan masuk.
Penting saat ini kita fikirkan bagaimana mesjid-mesjid yang ada ini dapat makmur dengan amal agama. Allah perintahkan pada kita di dalam Al Qur’an untuk memakmurkan mesjid-mesjid Allah bukan hanya satu tetapi setiap orang memakmurkan banyak mesjid. “Innama ya’muru masajidallahu man amanna billahi wal yaumil akhir…” (9:17). Dari mesjid ini kebaikan akan tersebar. Hidupkan dakwah dari mesjid maka nanti Allah akan perbaiki keadaan umat. Jika setiap dari kita ini sungguh-sungguh dalam dakwah maka nanti Allah akan perbaiki amal-amal kita. “Wahai orang-orang yang beriman takutlah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (qoulan sadida), niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu…”(33 : 70-71). Apa itu perkataan yang benar atau Qoulan Sadida yaitu mengajak orang kepada Allah. “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang mengajak untuk taat kepada Allah (dakwah waman ahsanu qoulan mimman da’a Illallah)” (41 : 33).
Jadi kita ajak orang kepada Allah bukan kepada figur, kepada organisasi, kepada partai, kepada harta benda, tetapi hanya kepada Allah. Sedangkan segala sesuatu selain Allah ini adalah dunia atau mahluk. Hari ini orang saling ajak mengajak kepada golongannya, ini malah akan memecah belah islam. Seperti firqoh-firqoh atau aliran-aliran yang ada, mereka mengajak orang kepada golongannya masing-masing. Apa yang mereka lakukan adalah membenarkan firqoh mereka dan menyalahkan yang lain sehingga terpecah belah semuanya. Jika ummat sudah terpecah belah maka pertolongan Allah tidak akan turun, dan jika umat sudah saling menghujat maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah. Pada hakekatnya, yang benar itu hanya Rasullullah SAW dan sahabatnya saja, itulah yang seharusnya jadi acuan kita, bukan alirannya. Kalau ditanya siapa yang paling benar, jawab saja yang paling benar itu adalah Nabi SAW dan sahabat RA, cukup itu saja. Kita ikuti saja Nabi SAW dan para Sahabat RA, yaitu mereka yang sudah jelas-jelas ada jaminannya dari Allah. Bukan aliran kita, atau aliran saya, atau guru saya, atau pendapat saya yang bener, tetapi yang bener itu hanya Nabi SAW dan para sahabatnya.
Pernah dalam suatu riwayat tentang 2 pimpinan Islam terbesar di Indonesia yaitu Buya Hamka dari Muhammadiyah dan KH. Idham Khalid dari Nahdlatul Ulama pergi Haji bersama. Ketika sholat subuh hari pertama maka KH Idham Khalid memimpin sholat subuh berjamaah sebagai Imam. Ketika itu KH Idham Khalid menyadari dibelakangnya ada Buya Hamka dari Muhammadiyah yang menganut faham sholat subuh tanpa Qunut. Walaupun KH Idham Khalid adalah dari NU yang menganut Qunut ketika subuh, tetapi ketika itu malah melakukan sholat subuh tanpa Qunut seperti Muhammadiyah. Hari esoknya, ketika Buya Hamka menjadi Imam Subuh, beliau menyadari dibelakangnya ada KH Idham Khalid dari NU yang memakai Qunut ketika subuh, maka ketika itu beliau memilih melakukan Subuh tidak seperti biasanya ala muhammadiyah tetapi ala NU yaitu dengan menggunakan Qunut. Inilah toleransi dan akhlaq yang baik yang dicontohkan oleh 2 ulama besar dalam menghadapi perbedaan. Bukannya kita malah saling menyalahkan atau saling menghujat dengan keyakinan, “saya yang paling benar”. Kebenaran itu pada hakekatnya hanya Allah yang tau, dan siapa yang paling benar yaitu Nabi SAW dan para sahabatnya RA. Selama dia mengakui Allah dan Rasulnya maka mereka saudara kita. Jangan kita pernah merasa menjadi yang paling baik dan paling benar karena ini sifatnya setan. Posisikan diri kita sebagai orang yang ingin menambah ilmunya, dengan demikian kita akan siap menerima perbedaan. Inilah maksud dari hadits Nabi SAW bahwa perbedaan diantara umatku ini adalah Rahmat. Sedangkan yang bukan rahmat dan mendatangkan Laknat adalah jika perbedaan menjadi perpecahan dan permusuhan.
Jangan mau kita diadu domba dan di iming-imingi kekuasaan apalagi membawa umat kepada partai politik yang saling berebut kekuasaan. Dalam mahfum hadits dikatakan “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka hancurlah kehebatan islam, jika umatku sudah meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar maka hilanglah darinya keberkahan wahyu, dan apabila umatku saling menghujat (bermusuhan) maka jatuhlah dia dari pandangan Allah.” Inilah yang akan terjadi jika kita umat islam sudah mengagungkan dunia, meninggalkan dakwah, dan saling menjatuhkan. Kita hari ini setiap orang pingin duduk di kekuasaan, saling menjatuhkan, dan saling memperebutkan kedudukan. Padahal dahulu antara Abu Bakar RA dan Umar RA saling sodor menyodorkan kekuasaan dan saling memuji kelebihan masing-masing ketika di tawari kekuasaan. Ali RA ketika hendak diangkat menjadi khalifah harus dipaksa-paksa dulu, baru dengan terpaksa menerima Amanah tersebut. Itupun dengan rasa khawatir dan takut kepada Allah yang sangat tinggi, takut dia salah dalam menjalankan amanah Allah sebagai khalifah. Inilah yang dilakukan sahabat dalam perkara kekuasaan bukan seperti kita malah diperebutkan dan saling menjatuhkan. Hari ini orang sukanya menyalahkan pemimpin yang buruk padahal menurut mahfum hadits pemimpin yang buruk datang asbab bangsa atau umat yang buruk juga. Mengapa umat atau bangsa menjadi buruk keadaan dan moralnya, ini tolak ukurnya adalah kondisi agamanya. Seperti kalau sekumpulan pemabuk berkumpul untuk memilih pemimpin, maka yang akan terpilih pasti modelnya dari kalangan pemabuk-pemabuk juga. Jika suatu umat durhaka kepada Allah atau buruk agamanya maka Allah akan angkat dari mereka pemimpin yang buruk juga. Beda dengan musyawarah di mesjid yang diadakan oleh orang-orang yang taat dan sholeh. Maka yang terpilih sesuai dengan keadaan umatnya di mesjid itu yaitu mereka akan terpilih dari orang-orang yang taat dan sholeh juga. Hari ini kalau kita mau mendapat pemimpin yang baik maka kita mulai dari menggarap umat terlebih dahulu. Dari umat yang baik maka akan keluar pemimpin yang baik. Caranya bagaimana yaitu dengan hidupkan dakwah, sebarkan yang haq. Jika yang haq sudah masuk berarti yang bathil pasti lenyap.
Jangan kita menjadi orang-orang yang merusak, karena Nabi SAW tidak pernah mencontohkan kepada kita untuk merusak walaupun itu dalam keadaan berperang. Tidak pernah nabi SAW dalam keadaan berperang merusak tempat-tampat peribadatan atau gereja, rumah penduduk, atau mengganggu wanita, orang tua, dan anak kecil. Di Madinah pun ketika hijrah tidak pernah nabi SAW memerintahkan sahabat untuk menghancurkan tempat-tempat maksiat seperti rumah pelacuran, rumah perjudian, tetapi hidupkan dakwah dan libatkan umat dalam pergerakan Agama. Nanti Allah perbaiki keadaan yang rusak menjadi keadaan yang baldatun, thoyibatun, warrabbun ghaffur (damai, aman, dan sejahtera). Asbab hidupnya dakwah di madinah tempat maksiatpun hilang dan madinah menjadi tempat terpancarnya agama dan kebaikan. Dari segi ekonomi, hubungan sosial, kesejahteraan, semuanya mengalami peningkatan asbab wujudnya agama melalui dakwahnya para sahabat RA. Hanya dengan agama semua masalah yang ada dapat terselesaikan dan terpecahkan. Begitu juga dengan bangsa ini yang ditimpa banyak masalah, jika kita masih juga tidak mau menggunakan agama sebagai solusi maka masalah kita tidak akan pernah selesai.
Hari ini orang-orang bisanya hanya menyalahkan orang-orang yang terlibat dalam Usaha Dakwah wa Tabligh. Orang bilang banyak orang yang ikut dakwah wa tabligh ini bisa jatuh miskin dan ada yang bangkrut. Disini mereka malah menyalahkan kegiatan dakwah wa Tabligh ini sebagai asbab kesulitan dan masalah. Padahal jika diambil statistik orang-orang yang bangkrut, berapa banyak orang bangkrut di data statistik itu, lalu ada tidak mereka terlibat dalam dakwah. Kenyataannya kebanyakan orang bangkrut bukan karena dakwah tetapi karena kebodohannya sendiri. Ada istri jadi sakit gara-gara suaminya menjadi da’i, padahal sekarang berapa banyak istri-istri orang dirumah sakit yang tergeletak disana, apakah suami mereka karkun atau da’i. Jadi tidak ada hubungan antara kerja agama dengan masalah kita. Kita dapat masalah karena meninggalkan kerja agama bukannya karena ada dalam kerja agama.
Ciri-ciri orang yang mengamalkan agama dengan benar adalah mereka yang Taqwanya kepada Allah meningkat dan Akhlaqnya menjadi baik. Apa ciri-ciri orang yang rasa takutnya, Taqwanya, kepada Allah meningkat yaitu mereka yang Amalnya bertambah atau meningkat. Jadi orang yang belajar agama tetapi akhlaqnya makin buruk dan amalnya tidak ada peningkatan maka apa yang dipelajarinya ini perlu dipertanyakan. Nabi itu dibenci bukan karena akhlaqnya tetapi apa yang didakwahkan oleh Nabi SAW. Hari ini kita dibenci bukan karena apa yang kita dakwahkan tetapi karena akhlaq kita. Begitu juga sahabat mengaji, belajar, dengan Nabi SAW, setiap pulang pengajian pasti ada peningkatan dalam amal. Ini dikarenakan setiap mereka belajar satu ilmu, langsung diamalkan dan disampaikan kepada yang lain. Ciri-ciri orang bertaqwa yang lainnya adalah ketika dalam belajar selalu menanyakan apa amal yang terbaik atau amal yang dicintai Allah. Sahabat itu kalau bertanya kepada Nabi SAW selalu minta yang terbaik atau yang terhebat, atau yang tertinggi nilainya disisi Allah. Sahabat selalu ingin menjadi yang terbaik, the best one. Beda dengan kita, malah suka nanya mana amal yang termudah, mana amal yang paling ringan, mana amal yang paling gampang, selalu ingin yang mudah dan yang rendah nilainya. Ini dikarenakan kita ingin nafsu kita terpenuhi sehingga kita melalaikan amal yang terbaik dan memilih amal yang rendah, sekedar menggugurkan kewajiban saja.
Hari ini banyak kegiatan yang ingin memberikan contoh yang baik tetapi masalahnya perkara yang baik ini belum tentu bener. Seperti di TV ada seorang ustadz yang dengan bangga menganjurkan pemirsanya untuk sholat berjamaah dengan istri dan anaknya dirumah. Masalahnya cara seperti ini ikut nabi yang mana ? Rasullullah SAW tidak pernah mencontohkan kepada kita untuk sholat wajib berjamaah bersama anak dan istri dirumah. Nabi SAW bahkan dalam keadaan sakitpun minta dipapah untuk menghadiri sholat berjamaah ke mesjid menjelang beliau wafat. Buya Hamka pernah berkata jika kalian ingin melihat orang islam maka lihatlah ketika hari Raya Idul Fitri, itulah orang Islam. Tetapi jika mau melihat orang beriman maka datanglah ke mesjid ketika sholat subuh, itulah yang namanya orang beriman. Untuk perkara ini penting kita buat usaha atas Iman.
sumber : http://buyaathaillah.wordpress.com
Ustadz Abdurrahman, Penanggung Jawab Pondok Gede, Bekasi,Mesjid Jami Kebon Jeruk, Jakarta, 16 Oktober 2002, Markaz Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar