Rabu, 23 Februari 2011

7. Bayan Syuro (Alm) KH Abdul Halim

BAYAN MAGHRIB
PANDANGAN BASHOR DAN BASHIROH
Allah Swt menciptakan kehidupan bagi manusia, secara urut Allah Swt menghadirkan manusia ke alam dunia ini sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan dari Allah Swt. Lalu Allah Swt ciptakan sekian banyak kehidupan. Dan kehidupan yang Allah paling sukai dari sekian banyak kehidupan manusia adalah kehidupan Rasullullah Saw. Maka barangsiapa, siapapun itu dari dari orang kaya atau orang miskin, orang pintar atau orang bodoh, pejabat atau rakyat jelata, orang sehat atau orang sakit, orang kaya atau orang miskin, orang desa atau orang kota, jika dia mengamalkan daripada kehidupan rasullullah saw, maka dia akan berubah menjadi kekasih-kekasih Allah. Seorang kekasih Allah, seseorang yang dicintai Allah, maka doa-doanya akan ijabah disisi Allah. Seorang kekasih Allah ini, dia tidak akan terkesan kepada keadaan, tidak pernah merasa takut, dan tidak akan pernah merasa sedih. Jadi kalau ada berita-berita yang dahsyat datang kepada dirinya, maka ini tidak akan membesarkan daripada hatinya. Jika dia kehilangan sesuatu yang dicintainya, yang sudah melekat lama dengan dirinya, maka dia pun tidak akan merasa sedih. Inilah ciri-ciri daripada kekasih Allah.
“Alaa inna auliyaa Allaah laa khofun alaihim walaa hum yahzanuun”
Ketahuilah bahwa kekasih-kekasih Allah swt hanya punya 2 ciri saja :
1.     Tidak pernah Takut
2.     Tidak pernah Susah Hatinya
Maka apabila kehidupan kita pada saat ini diliputi oleh ketakutan dan kesedihan. Ada berita bencana kita takut, penyakit menyebar kita takut, berita begini dan begitu kita takut, ada kehilangan kita sedih, ada kejadian begini dan begitu kita sedih. Maka ketakutan dan kesedihan ini obatnya hanya satu yaitu ikuti kehidupan Rasullullah Saw. Hari ini orang-orang diliputi ketakutan, salah satunya ketakutan akan penyakit. Berita tentang penyakit yang macam-macam. Mari kita lihat rumah sakit dan klinik-klinik penuh dengan pasien-pasien. Mereka dihantar kesana, dengan rasa ketakutan ataupun rasa kesedihan. Akan tetapi yang namanya penyakit kalau di alam dunia, bukanlah suatu penyakit yang hakiki.
Maka pernah seorang Nabiullah, Ayub AS, pernah di uji oleh Allah Swt dengan penyakit selama 70 tahun sakit di alam dunia. Allah Swt uji Nabi Ayub AS dengan sejenis penyakit kulit yang menjijikkan, sehingga menyebabkan dia di usir dari kampung halamannya. Asbab kesabaran Ayub AS, Allah puji beliau di dalam Al Quran :
“ Innaa wajabnaahu shoodiron nikmal adqinnaahu awwaab”
Artinya :
“Saya telah menemukan Ayub ini dalam keadaan sabar dengan penyakitnya, terusir dari kampungnya, maka senikmat-nikmatnya (sebaik-baiknya) hambaku adalah Ayub AS”
Allah Swt menyatakan demikian “Innahu Awwab”, senikmat-nikmatnya hamba. Ini asbab beliau ingin kembali kepada Allah Swt, rindu kepada Allah Swt. Selama 70 tahun sakit, bukan sekedar harian, mingguan, atau bulanan, tapi bertahun-tahun. Maka gelar yang dicapai oleh seorang hamba yang sabar yang diuji dengan penyakit ini adalah “Nikmal Adn” yaitu senikmat-nikmatnya hamba.
Sedangkan kita hari ini masih sehat, maka gelar apakah yang Allah berikan untuk kita ini masih tanda tanya. Apa sebabnya ? karena hari ini kita masih takut dengan keadaan dan sedih dengan keadaan. Padahal yang namanya penyakit ini bukanlah yang katanya penyakit lever, ginjal, jantung, atau diabetes, tetapi yang namanya penyakit adalah dosa yang melekat pada diri kita. Ini karena orang yang berpenyakitan di dunia jika dia mati maka selesai sudah penyakitnya. Coba kita lihat kuburan yang berserakan sekarang adakah mereka yang sudah mati membawa penyakitnya ke alam kubur, penyakit levernya, cancernya, ginjalnya, tidak ada, semuanya sudah ditinggalkan dan dipisahkan oleh kematian. Penyakit tersebut hilang bersama maut yang menjemput dia, selesai sudah penyakitnya. Akan tetapi kalau dosa, suatu penyakit, yang apabila kita tidak obati ketika kita masih hidup, maka penyakit ini akan kita bawa terus ke alam kubur, ke alam mahsyar, dan ke hari-hari di akherat lainnya yang tidak ada putus-putusnya.
Namun orang yang mengobati dosa ketika dia masih hidup, maka dia akan kembali ketempat yang baik, karena balik ke akhirat tanpa membawa penyakit. Majelis kita dimalam hari ini bukanlah hanya sekedar majelis pengajian, namun termasuk majelis pengampunan. Dimana orang yang hadir dimalam hari ini akan mendapatkan pengampunan dari Allah Swt, bahkan ketika dia berdiri semua keburukan-keburukan yang lalu akan Allah gantikan dengan kebaikan-kebaikan dari sisi Allah Swt. Maka majelis seperti ini harus dihidupkan dimana-mana, di semua tempat, agar kita tidak di ombang-ambingkan oleh keadaaan.
Jadi kehidupan yang paling dicintai Allah Swt ini adalah kehidupan daripada Rasullullah Saw. Atas perkara ini, Allah Swt perintahkan Nabi Saw untuk mengumumkan, meng i’lankan, kepada umat :
“Qul inkuntum tuhibuunallaah “ : “Apakah kalian benar-benar mencintai Allah ?”
Ini karena cinta ada 2 :
1.     Cinta yang shodiq : Cinta yang benar
2.     Cinta yang Kazzib : Cinta yang palsu
“Ana yuhibbullaah” artinya saya cinta kepada Allah
Kata-kata yuhibbu, mencintai, kalau hanya sekedar perkataan, maka ini hanya getaran di bibir saja. Jika hanya perkataan ini saja, maka dari anak kecil, orang gila, bahkan burung beo pun bisa mengatakan ini. Benarkah kita mencintai Allah Swt ? maka ini ada persyaratan dan ada masyruk. Persyaratannya adalah :
“Fattabi’uunii” artinya : “Ikutilah Aku, Rasullullah SAW”
Jadi orang yang tidak mengikuti rasullullah SAW, walaupun dia mengucapkan berjuta-juta kali, “ana yuhibbullah”, aku mencintai Allah, maka dia akan termasuk golongan para pencinta palsu. Maka hari ini kita harus jujur kepada Allah Swt bahwa mulai hari ini kita akan tarik kehidupan Rasullullah Saw ini dan akan kita letakkan kedalam kehidupan kita. Kalau sudah demikian, maka Allah Swt berjanji :
“Yuhbibkumullaah” artinya : “Allah akan Mencintai kamu”
Kalau kita sudah ikut jalannya Rasullullah Saw dan kehidupannya Rasullullah Saw, baru Allah akan jatuh cinta kepada kita. Lalu apa keuntungannya dicintai Allah :
“Fayaghfirlakum Dzunuubakum” artinya : “Allah akan ampuni dosa-dosa kita”
Allah akan mengampuni kita, membersihkan kita dari dosa-dosa, digugurkan, walaupun sebanyak buih dilautan. Maka kita akan seperti bayi yang terlahir kembali dari perut ibunya, bersih dari dosa-dosa. Kehidupan sunnah di malam hari ini, dan tekad kita kedepan, akan menyebabkan kita seperti seorang pengantin baru yang duduk di pelaminan. Dimana orang-orang akan mengucapkan selamat kepada kita, “Selamat menempuh hidup baru.” Begitu pula para malaikat akan berduyun-duyun mengucapkan selamat kepada kita, “Selamat menempuh kehidupan baru”, yaitu kehidupan dengan Sunnah Rasullullah Saw.
Jika kehidupan Rasullullah Saw ini ditinggalkan, maka akan timbul masalah-masalah yang besar dalam kehidupan kita. Kita akan menjadi mudah terkesan dengan keadaan. Kita akan jauh dari kebahagiaan karena sudah melenceng dari sunnah. Kehidupan Nabi Saw ini adalah azas daripada kehidupan di dunia ini. Maka kehidupan Rasullullah Saw harus dikaji, bagaimana kehidupan Rasullullah Saw ? kenapa kehidupan Rasullullah Saw ini adalah kehidupan yang paling dicintai Allah Swt ?
Tertib kehidupan Rasullullah Saw ini adalah tertib daripada turunnya Kitab Suci Al Quran. Ketika Rasullullah Saw sebelum diangkat menjadi rasul, semua orang senang dan suka kenapa Nabi Saw, bahkan sampai dibilang “Al Amin”, “Orang yang Terpercaya”, “Yang Jujur”. Sehingga semua orang percaya kepada Nabi SAW. Sifat Nabi Saw ini, jika dititipkan atau diamanahkan sesuatu, maka rasulullah saw akan mengembalikan barang yang dititipkan ini persis, tidak mengurangi apapun, pengembalian yang utuh kepada si pemilik. Berita tentang kejujuran Nabi Saw menyebar kesemua orang, sehingga dari setiap mulut mengatakan, “Al Amin….Al Amin”.
Kisah Nabi SAW :
Suatu ketika ada pertengkaran hebat antar suku selama 3 hari 3 malam di mekkah, yang dipertengkarkan adalah suku mana yang paling berhak mengangkat batu Hajar Aswad ini ke atas ka’bah ketika selesai renovasi. Setiap suku merasa merekalah yang paling berhak untuk meletakkan batu hajar aswad di ka’bah. Akhirnya mereka bermusyawarah untuk mencari mufakat, karena mereka merasa sudah menghabiskan banyak waktu untuk bertengkar. Hasil keputusan musyawarah adalah menunjuk satu orang yang pertama kali masuk mesjid sebagai hakim mereka. Atas kehendak Allah Swt, ternyata secara tiba-tiba yang masuk ke mesjid pertama kali ini adalah Rasullullah Saw. Begitu Rasullullah Saw masuk semuanya bersepakat, “ini adalah al amin….ini adalah al amin.” Mereka berkata, “dialah yang paling berhak menghakimi kita dalam menyelesaikan sengketa ini dan menentukan siapa yang pantas meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya di Ka’bah.” Setelah Nabi Saw masuk, mereka lalu meminta Nabi Saw untuk ikut bermusyawarah dengan mereka. Mereka curhat kepada Nabi SAW tentang masalah yang mereka hadapi dan meminta Nabi SAW menjadi hakim atas masalah tersebut. Asbab daripada sifat Nabi SAW yang cerdas, bijak, dan amanah, maka Nabi Saw meminta selendang kepada mereka peserta musyawarah. Lalu dari selendang tersebut diletakkanlah batu Hajar Aswad ini ditengah. Ke empat suku yang bersengketa diminta oleh Rasullullah Saw untuk memegang setiap sudut dari selendang tersebut dan mengangkatnya untuk diletakkan di Ka’bah. Maka asbab ini selesailah seluruh masalah sengketa dan pertengkaran oleh para suku tersebut. Maka gegap gempita semua orang berteriak, ”Inilah Al Amin…. Inilah Al amin.” Siapa orang yang tidak senang dipuji ? siapa yang tidak senang dirinya mendapatkan gelar yang baik ? Akan tetapi pujian dan celaan semua ini datangnya dari Allah, sebagai ujian kepada Nabi Saw.
Maka ketika Nabi Saw berkhalwat ke gua Hira, Nabi Saw diperintahkan membaca surat pertama yaitu Al Alaq ayat 1 :
“Iqro” artinya : bacalah.
Umat islam diperintahkan untuk membaca. Apa yang diminta untuk dibaca ? sedangkan Al Quran belum sempurna diturunkan. Ini karena ayat-ayat Allah ada ayat yang ditulis sebagaimana Al Quran sezara dzohiriah, namun juga ada ayat-ayat yang bisa dilihat dari peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian di alam. Bahkan semua orang boleh membaca ayat al Quran tersebut yang diperlihatkan dalam peristiwa dan kejadian. Setelah Rasullullah Saw membaca dan membaca keadaan ketika itu, maka suatu goncangan yang dahsyat dengan turunnya ayat al alaq tersebut di bacakan oleh Malaikat Jibril AS. Asbab kejadian ini Rasullullah Saw dihibur oleh istrinya yang tercinta Sayyidina Khadijah R.ha. Kedatangan Jibril ini mendatangkan goncangan yang luar biasa terhadap diri Nabi Saw karena merupakan suatu keanehan yang luar biasa bagi Nabi Saw ketika itu. Namun sang istri, Khadijah R.ha, penyejuk hati dan pendingin mata, mampu menenangkan keadaan Nabi Saw ketika itu, yang sedang kebingungan dan penuh tanda tanya. Ketika itu solusi dari istri adalah membawa sang suami kepada seorang alim besar zaman itu yaitu Waraqah bin Naufal. Waraqah bin Naufal membuka kitab didepan Rasullullah Saw dan Khadijah R.ha. Apa yang disampaikan oleh Waraqoh bin Naufal ?
“Laqad jaa akal nausul akbar kamaa ataa muusaa Alaihis salaam wa anta nabiyyil ummah”
Waraqah katakan bahwa telah datang kepada engkau wahai Muhammad seorang malaikat yang besar, yang mulia, yaitu Jibril AS, sebagaimana Jibril AS datang kepada Musa AS, dan engkau adalah Nabi bagi ummat ini. Pemberitahuan daripada seorang alim ini, membuat Rasullullah merasa risau akan tanggung jawab yang besar. Lalu apa yang harus dilakukan setelah itu ? apa yang harus dibuat ? Sehingga Hidayah yang kedua setalah gua Hiro datang kembali melalui perintah kepada Rasullullah Saw :
“Yaa Ayyuhal Muddatsir Kum Fa’andzir” artinya : “Wahai orang yang berselimut (Rasullullah Saw) bangkitlah (buanglah selimutmu), bergeraklah, beri peringatan..”
Semenjak saat itu keadaan berubah dalam diri Nabi Saw, beliau bergerak tidak henti dan tidak letih mendatangi setiap manusia, mengetuk setiap pintu, menelusuri lorong-lorong, menyampaikan Agama Allah. Sehingga gelar yang Nabi Saw terima sebagai pujian kini sudah tidak ada lagi. Ini karena mereka saat itu punya adat, yang ingin dirubah Nabi Saw menjadi ibadat. Adat orang-orang pada saat itu suka menyembah dari pada 360 patung-patung yang berserakan disekeliling Ka’bah. Akan tetapi Rasullullah Saw menginginkan agar mereka menyembah hanya kepada Allah Swt. Pada waktu itu tidak ada wirid, yang ada hanya lafadz :
“Yaa Ayyuhannaas Quuluu Laa ilaaha Illallaah Tuflihuu” artinya : “Wahai manusia ucapkanlah La ilaha illallah maka kamu akan berjaya (bahagia atau selamat)”
Lafadz inilah yang dijadikan wirid diucapkan berulang-ulang, dijejalkan ke telinga orang-orang saat itu. Namun bagi orang keyakinannya ada kepada patung dan berhala, mereka tidak bisa menerima daripada ajakan Rasullullah Saw. Karena antara ajakan dengan keinginan orang-orang pada saat itu berbeda, menyebabkan hati mereka berontak. Dari pemberontakan hati ini, dari hati yang sama dulu memuji “Al Amin”, kini keluar lah cacian, “Ya Sahir” engkau adalah seorang penyihir, “Ya Syair” engkau adalah seorang penyair, “Ya Majnun” engkau adalah seorang gila. Padahal baru kemarin rasanya mereka memanggil “Al Amin” kini berubah memanggil “Al Majnun”. Namun Nabi Saw tidak patah dan berhenti hanya karena celaan ini. Ini karena Nabi Saw tidak terkesan akan pujian dan celaan. Inilah kehidupan yang betul-betul dicintai oleh Allah Swt, yaitu tidak terkesan dengan keadaan, tidak terkesan dengan pujian atau celaan. Demikan pula ini ummat, dulu di kurun waktu awal. Maka kalau ada ummat yang berjalan seperti ini, pindah dari  mesjid ke mesjid, mengetuk dari pintu ke pintu, bagi mereka yang simpati akan memberi gelar kepada mereka sebagai aulia-aulia Allah, ahlullah, para wali Allah. Namun sekarang Allah menguji apakah kita setia setia pada Allah dan pada kerja dakwah ini, atau terkesan kepada keadaan. Maka kini ada yang memberi gelar kepada kita sebagai teroris-teroris. Mau pujian sebagai aulia Allah ataupun sebagai teroris, jangan kita lari, tetapi tetaplah berada dalam usaha Rasullullah Saw ini. Dengan cara seperti ini maka amal kita ini akan melekat pada diri kita, sebagaimana kehidupan daripada Rasullullah Saw. Rasullullah Saw tidak pernah terkesan dengan keadaan, tetapi terkesannya dengan perintah Allah Swt, begitupula dengan kita. Orang yang mudah terkesan dengan keadaan, maka hidupnya akan terombang-ambing oleh berbagai peristiwa. Apabila kita tekuni daripada kerja Nabi Saw, dimana kerja Nabi Saw ini adalah jalan untuk mencintai Allah Swt. Sehingga orang-orang yang mengikutinya akan menjadi orang-orang yang dicintai oleh Allah Swt.
Sehingga Murid daripada Rasullullah Saw, yaitu Abdullah bin Mas’ud RA, mengatakan :
“Laayasta’minul imaanul abdi hattaa yakuuna qodiihuhuu awamaa diihuhuu alaihi sawaa”
Artinya : “Maka tidak akan sempurna iman seseorang sehingga orang yang mencela kepadanya atau memuji kepadanya, baginya sama saja”
Maksudnya apa :
1.     Orang datang mencela atau menghina dia tidak terkesan
2.     Orang memujipun dia juga tidak terkesan
Baginya orang yang mencela atau memuji sama saja, tidak merubah daripada hatinya atau keimanannya. Terkesannya nanti pada kerja dakwah ini saja. Ini karena kerja yang mulia ini dilirik oleh orang yang setia kepada Rasullullah Saw dan orang yang dicintai oleh Allah Swt. Bukan dilirik oleh mata dzohirnya tetapi di lirik oleh mata bathinnya. Ketika dilirik oleh mata Bathinnya, maka yang dinyatakan sendiri oleh Allah Swt :
“Qul Haadzihii Sabilii” : Katakanlah wahai Muhammad Ini adalah Jalanku (jalan hidup Rasullullah Saw).
Apa jalan hidup Rasullullah Saw ? Apakah jalan perdagangan ? jalan pertanian ? jalan industri ? tidak melainkan :
“Ad’ui illallaah” : Yaitu mengajak manusia taat kepada Allah. (Ad’unnaas : mengajak manusia)
Umat ini menjadi hebat karena dikeluarkan untuk manusia, tugas dakwah ini untuk mengajak manusia. Ini mengajak manusia saja belum selesai kita dakwahi, kita sudah tergesa-gesamau dakwah mengajak Jin. Jangan tergesa-gesa, sempurnakan dakwah kita kepada manusia, nanti ada masanya jin akan ikut sendiri.
Bagaimana cara dakwah kita :
“Alaa Bashiirotin” : yaitu dengan mata hati.
Ada dua jenis penglihatan :
1.     Mata yang ada di luar ini adalah Bashor
2.     Mata yang ada di dalam Qalbu  atau hati kita ini adalah Bashiroh
Jika orang sudah memandang dengan pandangan Hati ini maka ia akan mendapatkan fadhilah “Ilmun Sam” atau Ilmu yang sempurna. Maka untuk memahami perintah-perintah Allah ini tidak bisa dengan menggunakan kecerdasan yang ada dalam otak, melainkan dengan mata hati kita. Jika mata hati ini sudah bertaqwa maka yang akan keluar adalah sinar ketaqwaan.  Attaqwa Hahuna 3 kali kata Rasullulah Saw. Jika kita sudah bertaqwa kepada Allah maka kita harus ikut tertib yang diperintah oleh Allah Swt dan ikut caranya Rasullullah Saw.
Allah Swt berfirman :
“Wattaqullaah wayu'allimukumullaah” : Jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah sendirilah yang akan mengajarkan ilmu kepada kita.
Maka jika Allah ingin mengajarkan maka tidak akan ada sesuatu yang sulit ataupun rumit. Sehingga kita bisa paham saat itu juga sebagaimana kepahaman orang-orang yang sudah mendapatkan Ridho Allah Swt, yaitu para sahabat RA. Fikir para sahabat ini adalah bagaimana mereka bisa mentransfer kehidupan Nabi Saw kedalam dirinya dan kehidupannya secara Kaffah, 100%.
Kecintaan Salman RA terhadap Sunnah Nabi SAW
Suatu ketika Nabi Saw mengajak Salman RA berjalan-jalan ke atas bukit. Salman RA melihat Nabi Saw mematahkan sebuah ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran. Nabi Saw berkata kepada Salman RA, “Wahai Salaman mengapa engkau hanya melihat saja dan tidak menanyakan mengapa aku melakukan ini.” Maka Salman langsung mengikuti daripada perinah Rasullullah Saw, “Ya Rasullullah mengapa engkau melakukan itu ?” Nabi Saw menjawab,“Wahai Salman ketahuilah sesungguhnya orang yang melakukan sholat 5 waktu, dosa-dosanya bergugurang sebagaimana daun-daun yang gugur dari ranting ini.” Maka setelah wafatnya Rasullullah Saw, Salman RA merindukan sesuatu yang dilakukan Rasullullah Saw, namun belum dikerjakannya. Maka Salman RA mengajak kawannya untuk pergi ke bukit, ketempat dimana Rasullullah Saw pernah mengajaknya. Ketika itu Salman RA melakukan dengan sempurna 100 persen dari gaya, cara, posisi, yang dilakukan Rasullullah Saw ketika itu yaitu mematahkan Ranting lalu menguncang-guncangkannya, sehingga daun-daunnya berguguran. Sama seperti bersama Nabi Saw, Salman bertanya kepada kawannya abu sulaiman, “Wahai Abu Sulaiman mengapa engkau hanya melihat saja dan tidak menanyakan kenapa aku melakukan ini ?” Maka abu sulaimanpun bertanya sebagaimana salman bertanya ketika bersama Rasullullah Saw, “Wahai salman mengapa engkau melakukan itu ?” Salman menjawab,“Wahai Abu Sulaiman ketahuilah sesungguhnya orang yang melakukan sholat 5 waktu, dosa-dosanya bergugurang sebagaimana daun-daun yang gugur dari ranting ini.”
Waktu atau Kurun boleh berlalu, tahun boleh berganti, tetapi sunnah Rasullullah Saw harus hidup sampai kehidupan ini berhenti. Hari ini kehidupan dan jalan Rasullullah Saw ada di depan mana kita, namun bagaimana kita bisa melihatnya dengan mata hati kita. Kalau kita hanya melihat dengan mata dzohir kita maka ini tidak akan mampu menangkap kemuliaannya. Mata dzohir kita ini rentan sama tipuan dzohiriah yang bisa berubah-rubah kenyataannya. Sehingga sunnah daripada Rasullullah Saw menjadi tidak nampak karena melihat ada yang lain yang lebih baik secara dzohiriah. Padahal yang baik menurut pandangan mata belum tentu baik untuk kita. Inilah ujian bagi kita. Semua yang kita lihat ini adalah intihan, ujian bagi ini ummat. Maka setan ini sangat pandai mengalihkan pandangan kita, yaitu :
1.     Dimunculkankan keindahan terhadap sesuatu yang terlihat oleh mata dzohir.
2.     Dimunculkan kebosanan kita terhadap kerja yang mulia ini.
Maka sebentar saja kita sudah mengucapkan selamat tinggal terhadap kerja yang mulia ini asbab tertipu oleh pandangan dzohir yang seakan-akan indah yang dibuat oleh setan Laknatullah Alaih. Kita tinggalkan jalan daripada Rasullullah Saw menuju ke jalan yang kita lihat menarik secara pandangan mata dzohiriah ini. Maka jika dengan demikian yang terjadi, kelak kita baru tahu bahwa kita sudah terjerumus menjadi pecinta-pecinta yang palsu tadi.
Analogi Kerja Guru dan keadaan Ummat
Seorang guru ini digaji oleh Kepala Sekolah atau Kepala Madrasah. Maka dia diberikan fasilitas-fasilitas oleh sekolah atau madrasah. Tugasnya guru ini untuk apa ? mengajar titik. Akan tetapi guru ini melihat tembok sekolah kok kelihatannya sudah usang. Maka si guru ini inisiatif untuk mengecat sendiri tembok tersebut dan mengganti warna tembok sekolah yang sudah kumuh dan usang tadi. Maka apa yang terjadi ? ketika bel sekolah berbunyi, waktu dia harus mengajar, si guru tersebut masih sibuk memperbaiki dan mengecat tembok yang sudah usang tersebut. Sehingga dia dipanggil oleh kepala sekolah, “Wahai pak guru itu bel sudah berbunyi dan anak-anak sudah menunggu untuk di ajar, bapak kenapa tidak mengajar ?” Maka si guru tersebut mengatakan, “Eh bapak kepala sekolah, mengapa anda tidak paham ? bukankan mengecat tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ? memperbaiki tembok sekolah ini merupakan suatu kebaikan ? mempercantik sekolah suatu kebaikan ? ini adalah suatu kebaikan.” Kepala sekolah menjawab, “Betul itu suatu kebaikan, namun kamu digaji bukan untuk mengecat atau memperbaiki tembok, kamu digaji untuk mengajar.”
Keadaan umat hari inipun demikian.  Ummat yang berontak hatinya tadi juga demikian pemikirannya. Apakah bekerja untuk keluarga, mencari nafkah, memberi orang lain pekerjaan, juga bukan merupakan suatu kebaikan ? itu suatu kebaikan menurut mereka. Ummat Nabi Saw saat ini tidak pernah merasa dosa apabila meninggalkan daripada dakwah ini. Padahal ketika dia mengucapkan selamat tinggal kepada dakwah ini, dia sudah menjadi pengkhianat, menjadi pecinta-pecinta palsu bagi Allah dan Rasulnya. Ini karena ummat ini memandang kerja ini dengan mata bashor, mata dzohir mereka, bukan dengan mata bashir mereka atau mata hati mereka. Sehingga ummat ini seperti orang yang tidak bisa membedakan perintah-perintah yang diutamakan. Ada perintah dari RT, ada perintah dari kelurahan, ada perintah dari kecamatan, ada perinta dari walikota, ada perintah dari bupati, ada perintah dari gubernur, ada perintah dari menteri, ada perintah dari presiden. Perintah-perintah ini mempunyai keutamaan-keutamaan. Ummat hari ini tidak paham kedudukan-kedudukan dari perintah-perintah yang ada. Sehingga ummat hari ini tidak bisa membedakan antara perintah RT dengan perintah Presiden. Demikian juga kita tidak bisa membedakan antara Amal dakwah ini dengan Amal yang lain. Padahal Dakwah ini tidak sama dengan amal pada umumnya. Allah Swt sudah membedakan dengan jelas antara Amal Dakwah dengan Amal yang lainnya pada umumnya. Allah pisahkan kekhususan amalan dakwah ini dengan amalan yang lainnya :
“Waman Ahsanu Qoulan Mimman da’aa ilallaah wa amila sholihan wa qoola innanii minal muslimiin”
Artinya : “Mana perkataan yang lebih baik daripada perkataan orang yang mengajak  taat (dakwah) kepada Allah……..”
Disini seakan-akan Allah menantang amal mana lagi yang lebih baik daripada dakwah, inilah keutamaan amal dakwah tersebut. Kemuliaannya dan ketinggiannya sudah allah bedakan dengan amal-amal lain pada umumnya.
“Wa amila shoalihan” : dan beramal sholih.
apakah dakwah ini tidak termasuk daripada amal sholih ? orang tua kita mengatakan dalam bayannya tentang tafsir wal asri oleh Ulama KH. Ali Maksum dari pondok pesantren Krapyak, Jogyakarta, yang dikenal dengan Kyai kuno atau traditional. Kyai Maksum yang kyai kuno ini bisa menjelaskan tentang kekhususan dakwah. Anehnya Kyai Modern tidak bisa menjelaskan kekhususan dakwah ini. Jadi menurut kyai ini semua orang dalam kerugian, orang kaya rugi, yang miskin rugi, yang berpangkat rugi, orang awam rugi, orang desa rugi, orang kota rugi, orang pintar rugi, orang bodoh rugi, kecuali orang-orang yang mempunyai 4 sifat. Siapakah mereka yang memiliki 4 sifat sehingga tidak terkena dampak kerugian tersebut  :
1.     Illalladziana aamanuu : kecuali orang yang beriman
1.     Wa amila sholihan : kecuali orang-orang yang beramal sholih
1.     Wattawaa shoubil Haq : kecuali orang yang berdakwah, orang yang menasehati yang Haq
è Inilah yang kosong atau tidak dilakukan selama ini, saling berwasiat, saling mengulang-ulang, mentakror,  tentang yang Haq.
1.     Wattawa Shoubil  Sobr : kecuali orang yang saling berwasiat untuk kesabaran
è Ini karena dalam kerja dakwah ini kesabaran merupakan suatu keharusan. Sangat riskan jika kita berdakwah ini tanpa kesabaran. Kerja dakwah ini satu pelaminan dengan Sabar yang tidak bisa dipisahkan. Jika kita mau terjun dalam dakwah, syarat yang pertama adalah kita harus sabar. Jadi dakwah ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa kesabaran. Tanpa Sabar kita tidak akan bisa dakwah.
Jadi kalau kita mempunyai kriteria ini :
1.     Keimanan yang betul dan kuat
2.     Amal-amal Sholih yang lurus
3.     Dakwah atas yang Haq
4.     Kesabaran
Maka kita akan terselamatkan daripada kerugian di akherat nanti. Inilah kekhususan dakwah  yang dijelaskan oleh Kyai Ali Maksum tersebut. Dakwah ini adalah induk dari segala hasanat, ummul hasanat. Induk dari segala kebaikan ini adalah dakwah. Ini jika dakwah ini benar-benar dihidupkan.
Kisah Rabi’ah Al Adawiyah
Seorang wanita tetapi dia membawa fikir dakwah, maka dia tidak akan terkesan dengan pandangan-pandangan dzohir, walaupun dia miskin tidak memiliki apa-apa di rumahnya. Wanita ini selain menjadi da’iyah, dia tidak akan terkesan kepada pesona-pesona keduniaan yang menyebabkan dia keluar rumah. Dia tidak akan terkesan dengan kebendaaan yang indah-indah, bahkan dia tidak akan memasukkan kebendaan yang indah-indah dipandang mata tersebut kedalam rumahnya. Melainkan dia akan hiasi rumahnya dengan amalan-amalan seperti tasbihat, dzikir, tilawat, tahajjud.  Bagi orang yang biasa menghidupkan amalan ini, ketika dia melihat benda maka dia akan melihat itu sebagai suatu amalan. Jika ada takaza mengorbankan benda tersebut di jalan Allah, tidak sulit baginya mengorbankannya. Sehingga benda-benda tersebut berubah dari maal menjadi suatu amalan. Inilah perbedaan antara ahlul maal dan ahlul amal.
Maka suatu saat rumah yang dihuni oleh wanita dai’yah ini dilirik oleh kalangan pencuri sebagai rumah yang mudah untuk dijadikan target pencuriannya. Maka masuklah pencuri tersebut kerumah wanita tadi. Namun asbab sifat wanita tersebut yang betul-betul dermawan, apabila ada orang lain masuk ke rumahnya maka akan dia jamu. Namun kali ini yang masuk adalah seorang laki-laki yang maling. Sehingga dari balik tirai hijab, yang memisahkan pandangan atau tempat laki-laki dan perempuan, si wanita ini memandang dengan mata hatinya. Sehingga wanita ini tau apa yang di inginkan daripada si pencuri tadi. Maka si wanita ini katakan dari balik hijab, “Wahai pemuda sesungguhnya kamu tidak akan mendapatkan apa yang engkau cari di dalam rumah ini, namun di sebelah kananmu itu ada kendi yang berisi air, berwudhulah lalu sholatlah dua rekaat, mintalah kepada Allah, maka Allah akan memberikan apa yang kamu cari disini.” Mendengar suara dari wanita sholihah ini mampu membuat seorang laki-laki ini ketakutan. Inilah bahwa suara dari seorang perempuan yang mampu menundukkan seorang laki-laki. Sehingga si maling ini mengambir air dari kendi tersebut dengan penuh ketakutan untuk berwudhu dan sholat 2 rekaat. Ketika si maling ini sholat, si wanita inipun berdoa :
“Ya Allah telah masuk kerumah ku seorang pemuda, untuk mencari sesuatu yang dia tidak dapatkan disini. Ya Allah kini pemuda tersebut, sedang mengetuk pintu rahmatmu, maka berikanlah apa yang dia cari dan bukakanlah pintu rahmatMu.”
Sebelum pemuda maling tadi, mengucapkan salam, serta merta terdengar ketukan pintu dari luar rumah wanita tadi. Maka si wanita tersebut bertanya : “Siapa gerangan diluar ?” si pengetuk pintu tadi menjawab, “Saya adalah utusan Raja, saya diperintahkan Raja untuk membawa hadiah yang banyak untukmu. Harap diterima pemberian ini.” Maka wanita tersebut menjawab, “Jika hadiah itu berupa kebendaan-kebendaan maka jangan masukkan ke rumahku, karena aku sudah terbiasa tidak membawa kebendaan-kebendaan  masuk kedalam rumahku. Letakkan saja di depan halaman rumahku”. Maka si wanita tadi berkata kepada pemuda maling tersebut, “Wahai pemuda yang masuk ke rumah ku sesungguhnya engkau sudah mengetuk pintu Allah Swt, sekarang lihatlah apa yang Allah telah kirimkan kepadamu. Di depan pintu halamanku engkau bisa mencari apa yang engkau inginkan.” Maka ketika si pemuda pencuri ini keluar dari rumah, dia dapatkan didepan rumah harta yang sangat banyak diberikan dari kerajaan di depan matanya. Melihat ini si pemuda langsung menangis, “Kenapa selama ini saya saya selalu mengambil hak orang lain dengan cara menyusahkan mereka, padahal dengan sholat dua rekaat saya bisa mendapatkan apa yang saya inginkan.” Sesal pemuda pencuri tersebut. Inilah kisah daiyah seorang wanita waliullah, yang bernama Rabi’ah Al Adawiyah.
Inilah suara dakwah dari seorang wanita ini mampu menyebabkan seorang pencuri berubah menjadi seorang wali. Inilah kehebatan daripada dakwah. Namun kita tidak pernah menyadari ataupun memahami peristiwa ini. Kita tidak pernah bermudzakaroh mengenai hal seperti ini. Jadi kekuatan daripada dakwah ini luar biasa. Hebatnya ini ummat, cantiknya ini ummat, bukanlah karena ibadahnya, melainkan Allah nyatakan dalam Al Quran :
“Kuntum Choiru Ummah” : “ Sesungguhnya Kalian adalah ummat yang terbaik”
Allah nyatakan disini kita ini adalah “The Best Ummah”, ummat yang terbaik, tidak ada ummat yang lebih baik dari ummat ini. Ummat yang paling baik melebihi ummat-ummat terdahulu. Jadi kalau ada orang yang menanyakan : “Kenapa kamu mau ikut khuruj-khuruj seperti itu ?” maka kita harus berani dan tegas mengatakan, “Kenapa saya tidak mau mengambil yang terbaik ? Ini adalah yang terbaik.” Dengan ketegaran yang seperti ini, maka kerja ini akan menampakkan manfaat bagi kita. Dakwah ini adalah induk dari semua hasanat, dan kerja-kerja agama yang lain itu adalah buah dari kerja dakwah ini.
Allah Swt lanjutkan dalam firmannya :
“Ukhrijat Linnaas” : “Yang dikeluarkan untuk semua manusia”
Disini Allah mengatakan Ukhrijat bukan khorajat, dalam ilmu nahwu maksudnya adalah kalau khorajat berarti kita sendiri yang mengeluarkan, tetapi ini ukhrijat berarti siapa yang mengeluarkan ? Allah Swt. Hadirnya kita malam ini disini adalah Allah yang mengeluarkan kita untuk datang kesini. Berbahagialah kita yang dikeluarkan Allah untuk semua manusia. Ini adalah bagian dari kehendak Allah Swt mengeluarkan kita untuk manusia. Ini agar semua manusia ini mau melihat kita, bercermin kepada kita, karena kita sebagai “Choiru Ummah”. Agar kita bisa menjadi cermin ummat, maka janganlah kita sekali-kali ada keinginan untuk memecahkan cermin tersebut. Jika ummat harus melihat cermin yang sudah pecah-pecah, maka mereka hanya akan menemukan wajah yang telah terpecah-pecah, tidak utuh, dan bengkok-bengkok. Wajah ummat yang bengkok-bengkok ini adalah asbab kita, Choiru Ummah yang telah pecah seperti cermin yang pecah. Ummat ini adalah penentu arah manusia mau dibawa kemana.
“Al Mukmin mir’atul Mukmin” : “Orang beriman menjadi cermin bagi orang beriman”
Namun kalau cerminnya pecah bagaimana jadinya ? Lalu Allah Swt melanjutkan dalam Firmannya :
“Takmuruuna bil ma’ruuf watan hauna anil mungkar.”
Artinya  : Mengajak kepada amalan yang Ma’ruf dan mencegah daripada amalan Yang Mungkar.
Disini ada 2 amalan yang Allah perintahkan :
1.     Ada perintah mengerjakan amalan Makrufat
2.     Ada perintah menghindari amalan Mungkarot
Dalam ushul-ushul dakwah yang sering kita mudzakarohkan berulang-ulang lagi dan lagi, disitu terdapat ushul-ushul amalan makrufat (Amr Makruf) dan amalan mungkarot (Nahi Mungkar) yaitu :
4 hal yang diperbanyak inilah amalan Makrufat :
1.     Dakwah illallah
2.     Taklim wa Taklum
3.     Dzikir Ibadah
4.     Khidmat
Jika ini kita lakukan maka ini akan menyebar kemana-mana dan mereka akan melakukan amalan-amalan ini. Hari ini kita terkantuk-kantuk mendengarkan hal ini, padahal pembicaraan seperti ini adalah puncaknya makrufat. Bayangkan jika setiap orang mau berdakwah, mau taklim belajar agama ataupun mengajarkannya, setiap orang mau membuat amalan dzikir, baca qur’an dan sholat-sholat wajib maupun sunnah, lalu mereka mau berkhidmat. Maka jika ini tersebar, suasana makrufatpun akan terbentuk dan tersebar.
4 hal yang ditinggalkan ini adalah amalan Nahi Mungkar (Munkarot) :
1.     Berharap kepada Mahluk
2.     Meminta kepada Mahluk
3.     Memakai Barang tanpa izin
4.     Boros dan Mubazir
Berharap kepada selain Allah dan meminta kepada selain Allah adalah bentuk kemungkaran yang terbesar kepada Allah. Begitu juga memakai barang tanpa izin ini adalah pembangkangan terhadap nilai-nilai yang Allah cintai yaitu sifat amanah. Sedangkan Boros dan Mubazir ini adalah sifatnya setan. Jadi Ushul-ushul dakwah ini seharusnya kita renungkan dan kita hayati.
Maka sudah seharusnya kita berdoa kepada Allah dimalam hari mohon kekuatan untuk dapat mengamalkan amalan makrufat dan melindungi kita dari amalan mungkarot. Mohonkan agar keyakinan kita senantiasa terjaga dari sifat berharap dan meminta kepada selain Allah :
“Iyyaakana’budu wa iyyaakanashta’iin” : “Hanya kepada engkau kami menyembah dan meminta pertolongan”.
Kalau kita ibadah dan sujud kepada Allah, namun tangan kita masih mengadah kepada Mahluk, ini keyakinan yang macam apa. Jadi jangan kita mengharap kepada mahluk apalagi meminta, berharaplah dan memintalah hanya kepada Allah. Kita harus tau bagaimana bermuamalah yang baik. Jika itu milik dan hak orang lain jangan kita ambil. Jika kita mengambil daripada hak orang lain yang bukan hak kita, maka ini akan menyebabkan rizki yang kita dapat ini bisa menjadi tidak halal. Jika rizki yang kita dapat tidak halal, maka ibadah-ibadah kita tidak akan diterima oleh Allah Swt. Semua yang namanya urusan Rizki ini nanti akan Allah tanyakan datangnya darimana dan kemana dihabiskannya, ini semua akan dihisab oleh Allah Swt. Oleh karena itu jangan Boros dan Mubazir. Boros dan Mubazir ini adalah sifat-sifat setan. Bagaimana jadinya dalam kehidupan kita ini jika kita mengadopsi daripada sifat-sifat setan kedalam kehidupan kita. Na’udzubillah mindzalik.
Untuk bisa  mendapatkan 4 amalan Makruf ini dan menghindari 4 amalan mungkarot maka hanya bisa dengan pertolongan Allah Swt saja yaitu dengan do’a.
“Laa haula walaa Quwwata illaa Billaah” : “Tidak ada kekuatan selain pertolongan daripada Allah Swt.”
Hari ini kita yang kita dengar hanya kata-kata akibatnya kita tidak bisa membedakan mana yang mungkar dan mana yang makruf. Maka dari itu jika kita sudah betul-betul melakukan perkara dakwah ini, maka kita ambil dakwah ini secara keseluruhan dari tertib-tertibnya dan sifat-sifatnya, baru kita akan bisa sampai ke tujuan. Ulama katakan :
“Man arodhal ushuul fa alaihi bil ushuul” : “Siapa yang ingin sampai maka dia harus menyempurnakan ushul dan tertib-tertibnya”
Kita ingin sampai tapi tidak mau tertib maka yang akan terjadi kita akan jalan di tempat dan tidak akan sampai-sampai. Maka bukan 4 bulan, 40 hari, 3, hari, ini hanya kejar tanggal untuk menaikkan nilai kita saja. Namun jika kita ingin sampai ketujuan maka seluruh kehidupan kita harus kita curahkan pada kerja ini, dan tidak terkesan dengan keadaan.
Kegigihan Nabi Saw mempertahankan Kerja Dakwah dari godaan dunia
Bagaimana gigihnya Rasullullah Saw mempertahankan kerja ini dari berbagai macam ujian dan keadaan. Orang-orang Quraish ketika itu ingin menghentikan Nabi Saw dari melakukan kerja ini, maka mereka selidiki kehidupan Rasullullah Saw. Sebagaimana ummat ini mengkaji kehidupan Rasullullah Saw dalam sirah Nabawiyah. Maka apa yang orang-orang Quraish temukan pada waktu itu :
1.     Nabi Saw masih muda dan istrinya sudah tua ketika itu
2.     Kehidupan Nabi Saw miskin
3.     Hidup tanpa jabatan
Maka datanglah para pemimpin quraish menghadap Nabi Saw dengan tawaran-tawaran :
1.     Apabila engkau menginginkan wanita-wanita yang cantik, muda, dan belia, maka kami akan bariskan dihadapanmu.
2.     Harta akan diberikan yang banyak agar menjadi orang terkaya di Quraish
3.     Jabatan akan diberikan agar menjadi orang terpandang di Quraish
Namun Nabi Saw karena sudah punya sifat istikhlas walaupun istrinya sudah jauh lebih tua melebihi dirinya, harta tidak punya, dan jabatan tidak ada, Beliau tetap tegar menghadapi tawaran-tawaran yang indah tersebut. Apa kata Nabi Saw :
“Walaupun kalian mampu memberikan bulan ditangan kananku dan matahari ditangan kiriku, supaya saya tinggalkan kerja dakwah, Maka saya tidak akan tinggalkan selama-lamanya walaupun hanya sekejap mata.”
Nabi Saw jika hanya ingin hidup untuk dirinya sendiri maka dia bisa hidup dengan nyenyak. Kalau yang dipikirkan hanya untuk keluarganya saja, maka dia bisa hidup enak dan nyaman dengan tawaran-tawaran tersebut. Namun yang selalu ada dipikiran Nabi Saw adalah bagaimana ini ummat. Bukan hanya sekedar ummat yang masuk dalam fikir Nabi Saw namun ummat yang belum jadipun sudah masuk dalam fikir Nabi Saw.
Kisah Nabi Saw mendapat siksaan di Thaif
Ketika anak-anak Thaif melemparkan Nabi Saw dengan batu yang menyebabkan Nabi Saw bermandikan darah. Malaikat katakan, “Ya Rasullullah andaikan engkau berkenan maka aku akan angkat kedua gunung yang menghimpit Thaif, Lalu akan aku hancurkan Thaif dengan membalikkan gunung tersebut menghantam Thaif. Sehingga semua orang akan mati tergencet oleh kedua gunung tadi.” Apa yang Nabi Saw lakukan :
“Tidak jangan lakukan itu. Saya hingga saat ini masih memikirkan dan mengharapkan air yang masih tersimpan didalam tulang sulbi (belum menjadi sperma) kelak akan di dzohirkan (dinampakkan) oleh Allah Swt sebagai penyembah Allah Swt dan tidak akan musyrik selama-selamanya.”
Jadi fikir Nabi Saw yang sedemikian rupa yang menyebabkan agama tersebar di seluruh alam. Maka untuk inilah dakwahnya rasul saw tidak bisa dihentikan dengan apa saja :
1.     Nabi Saw diuji dengan kesenangan yaitu tawaran-tawaran pemimpin Quraish
2.     Nabi Saw diuji dengan kesusahan dari penyiksaan sampai percobaan pembunuhan
Semuanya Nabi Saw lewati dengan tegar dan sabar, tidak berhenti sedikitpun dari dakwah walaupun hanya sekejap mata. Sebagaimana seseorang belajar tahfidz (menjadi seorang hafidz), dia akan pelajari daripada tajwidnya, makhrojnya, al quran. Namun kalau ditanyakan kepada orang yang tahfidz ini, “Apakah bumi itu datar atu bundar ?” maka si murid ini akan menjawab, “Saya tidak mempunyai pengetahuan tentang itu.” Ini karena tarbiyah dan intihan yang dihadapi santri ini adalah pelajaran-pelajaran tentang tahfidz Qur’an. Jadi tidak perlu membaca daripada buku-buku yang menjelaskan bahwa bumi ini datar atau bundar. Demikian istikhlasnya si santri ini dalam pelajarannya adalah menjadi ahli dalam ilmu tahfidz tadi. Kitapun demikian juga cukup dengan menjadi ahli 6 sifat saja, jangan kita terjebak ilmu ini dan itu. Pegangan kita harus seperti ini, “Saya memang tidak tahu ini dan itu, namun yang saya ketahui cukup dengan enam sifat saja.”
Seorang calon dokter ketika dia masuk ke universitas kedokteran, namun yang dia baca malah buku-buku tentang elektronik, maka tidak mungkin dia akan lulus menjadi dokter yang baik. Dalam praktek beda antara praktek seorang dokter dengan seorang yang ahli tehnik bangunan. Kalau seorang ahli bangunan maka yang akan dia bawa adalah kertas gambar, penggaris, polpen, untuk bisa membuat konstruksi bangunan. Beda dengan dokter yang harus membawa pisau bedah, thermometer, suntik, dan obat-obatan dalam melaksanakan tugas kedokterannya. Inilah praktek memang seperti itu. Dokter yang baik adalah dokter yang mampu mengobati daripada pasien. Jika kita memandang kerja ini hanya dengan pandangan bashor, bukan dengan bashiroh, maka sulit kita bisa mencapai derajat Istikhlas sebagaimana Rasullullah Saw. Jika ini terjadi maka kita akan mudah terombang-ambing, sehingga tertaskyl dengan dakwah-dakwah keduniaan. Ini menyebabkan kita akan meninggalkan kerja yang mulia ini. Inilah maksud dari pertemuan kita malam ini yaitu bagaimana bisa wujud dalam diri kita ini sifat istikhlas dalam dakwah.
Dalam kerja ini bahwasanya seseorang itu dapat hidayah atau tidak dapat hidayah ini adalah urusannya Allah Swt. Namun yang penting bagi kita adalah kecintaan kita terhadap kerja ini saja. Ada saja orang yang tidak paham mengkritik, “Oh kerja model seperti itu datang dari rumah ke rumah dengan mengetuk pintu itu terlalu lambat, kuno. Sekarang kita sudah ada televisi, sekali siaran ratusan ribu rumah bisa dicapai.” Namun cara seperti itu bukanlah cara seperti yang dilakukan Rasullullah Sw. Lalu mereka akan berkata lagi, “Tuh liat tidak ada yang mau ikut kan.” Maka bergembiralah orang yang bisa mendapatkan dirinya istiqomah yaitu ketika orang ikut, dia bersyukur, dan ketika orang tidak ada yang ikut, dia tetap istiqomah. Apabila kita mengambil jalan dakwah ini namun tidak mengadopsi cara dan kehidupan Rasullullah saw, maka yang akan terjadi adalah rekayasa-rekayasa pemikiran saja.
Inlah kerja dakwah Rasullullah Saw yaitu dengan membentuk rombongan-rombongan dakwah. Hingga menjelang wafatnya sekalipun Rasullullah Saw masih membentuk rombongan Usamah bin Zaid untuk diberangkatkan di jalan Allah. Bahkan rombongan belum sampai ke tujuannya, Rasullullah Saw sudah meninggal dunia. Rombongan yang sudah berjalan ini terkesan dengan keadaan sehingga mereka bermusyawarah ingin kembali ke madinah. Ini karena mereka mendengar wafatnya Rasullullah Saw dan Madinah akan serang oleh yahudi dan romawi. Sedemikian mencekamnya suasana ketika itu. Selepas musyawarah maka diutuslah Umar RA untuk menemui Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq. Umar RA meminta agar rombongan tersebut bisa ditarik pulang untuk membantu pengamanan di madinah dari serangan musuh. Namun apa kata Abu Bakar RA :
“Wahai umar katakan kepada mereka, apakah mereka ingin menjaga islam atau menjaga Madinah ? Kalau ingin menjaga islam teruskan daripada perjuangan. Saya tidak bisa menarik rombongan yang telah dibentuk oleh Rasullullah Saw di masa hidupnya. Bagaimana saya bisa menarik rombongan yang telah dibentuk Rasullullah Saw tersebut setelah wafatnya.”
Umar RA lalu berkata, “Kalau begitu nanti bagaimana dengan nasib istri-istri Rasullullah Saw jika diserang oleh Romawi.” Secara serta merta Sayyidina Abu Bakar RA memegang daripada leher baju umar RA :
“Ajjabbaru Fi Jahiiliah wa Khawarun fi Islam” : “Wahai Umar apakah kamu seorang pemberani ketika Jahiliyah namun menjadi seorang cengeng ketika dalam islam.”
Seorang yang lembut namun demi agama bisa menjadi keras, dan seorang yang keras demi agama bisa menjadi lembut, inilah kehidupan. Abu Bakar RA paham walaupun rombongan tersebut kembali tidak akan mampu melindungi daripada istri-istri Rasullullah Saw. Ini karena penjaga yang sebenarnya ini adalah Allah Swt. Perintah dari rombongan usamah ini sudah dikeluarkan langsung oleh Rasullullah untuk berangkat di jalan Allah bukan untuk melindungi daripada istri-istri Rasullullah Saw. Jadi siapa yang akan menjaga istri-istri Rasullullah Saw ini ? Allah Swt. Jika seseorang itu membantu agama Allah maka Allah pasti akan bantu dia keluar dari masalah-masalahnya. Jika rombongan usamah berangkat maka dia akan membantu islam, dan orang-orang islam akan dijaga oleh Allah. Namun jika rombongan usamah ini pulang maka dia hanya membantu orang-orang islam, namun rombongan usamah tidak akan mempu melindungi daripada kota madinah dari serangan musuh. Mana yang didahulukan membantu islam atau membantu orang islam. Abu Bakar RA yakin jika kita membantu agama Allah yaitu dengan tetap mengirimkan rombongan usamah sesuai perintah Nabi Saw maka Allah akan menjaga dari pada orang-orang islam di madinah. Maka apa yang dikatakan Abu Bakar RA :
“Seandainya ada serigala-serigala buas menyeret-nyeret daripada tubuh istri-istri Rasullullah Saw dan mencabik-cabiknya, saya lebih rela melihat keadaan seperti itu daripada harus melihat islam itu tercabik-cabik.”
Padahal diantara istri Rasullullah Saw ini adalah termasuk anaknya Abu Bakar RA sendiri, yaitu Aisyah R.ha. Sayyidina Abu Bakar RA tidak memikirkan daripada nasib anaknya ini melainkan yang dipikirkan adalah nasib daripada agama Islam. Sedangkan hari ini kita tidak lagi mewarisi daripada sikap Abu Bakar RA. Hari ini kita gara-gara anak dan istri, kita rela meninggalkan perjuangan agama. Ini karena umat hari ini melihat perjuangan agama dari mata Bashornya bukan mata Bashirohnya.
Ujian datang kepada ummat ketika itu dibawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As Shidiqqe RA. Selain ancaman dari orang yahudi dan romawi yang akan menyerang madinah. Timbul juga kekacauan dengan banyaknya orang murtad dan Nabi palsu. Namun dalam sejarah tidak ada tercatat diantara para sahabat RA yang mendampingi Nabi Saw dalam perjuangan agama, ada yang murtad, satupun tidak ada yang murtad. Ini karena yang murtad ini adalah daripada orang-orang yang baru masuk islam dan pemahamannya masih membawa pemikiran-pemikiran lama. Apa itu pemahaman pemikiran lama ? yaitu bahwa pertolongan Allah ini hanya ada bersama Nabinya bukan bersama umatnya. Jadi ketika nabinya wafat maka pertolongan Allah berhenti bersama Nabinya, tidak bersama umatnya.
Dasar Pemahaman Pemikiran Lama :
Ketika Bani Israil bersama-sama Nabi Musa AS terpojok ketika menghadapi kejaran Firaun dan bala tentaranya. Didepan mereka ada lautan jalan buntu, sedangkan dibelakang mereka ada tentara firaun yang siap menghabisi mereka. Kaum Bani Israil berkata : “Kita akan tertangkap… kita akan tertangkap.” Nabi Musa malah mengatakan, “Tidak, sekali-kali tidak…. Kita tidak akan tertangkap.” Ini karena Nabi Musa AS melihat situasi dengan pandangan Bashirohnya bukan dengan pandangan Bashornya seperti yang dilakukan Bani Israil. Nabi Musa AS mampu dengan bashirohnya melihat yang tidak terlihat oleh Bashor, pandangan mata. Apa kata Nabi Musa AS :
“Innamaa iyya Robbii sayahdeen” : “Sesungguhnya Allah Swt, Tuhanku bersama aku”
Namun Tuhan tidak bersama mereka, Bani Israil, tafsirnya begitu. Ini karena pada waktu itu yang dakwah hanya Nabinya saja yaitu Musa AS, sedangkan umatnya tidak ikut berdakwah. Maka da’i itu selamanya bersama Allah Swt.
Note Penulis :
Dasar Pemahaman Pemikiran baru
Inilah bedanya ummat terdahulu dengan umatnya Rasullullah Saw. Umat terdahulu adalah umat yang Abid karena tidak mendapatkan perintah dakwah. Sedangkan umat Rasullullah Saw ini adalah umat yang Da’i karena mendapatkan perintah melanjutkan dakwah Nabi Saw hingga akhir kiamat. Sedangkan untuk umat ini ketika Rasullullah Saw dalam pengejaran kafir Quraish bersama Abu Bakar RA, terjebak di gue Thur, dalam keadaan mencekam Nabi Saw katakan :
“La Tahzan Innallaaha Ma’anaa” : “Jangan Khawatir Allah Swt bersama Kita”
Ini karena Allah Swt bersama Rasulullullah Saw dan Abu Bakar RA yang seorang Da’i. Berbeda perkataan Musa AS kepada Umatnya yang abid. Secara tata bahasa kita bisa melihat perbedaan pemikiran lama dan pemikiran baru yaitu letaknya adalah dalam pertolongan Allah Swt :
1.     “Innamaa iyya Robbi sayahdeen” : “Sesungguhnya Allah Swt, Tuhanku bersama aku”
(Pemahaman pemikiran lama) Ã  Allah bersama Nabinya bukan Umatnya.
1.     “La Tahzan Innallaaha Ma’anaa” : “Jangan Khawatir Allah bersama Kita”
(Pemahaman pemikiran baru) Ã  Allah bersama Nabi dan Ummatnya asbab Dakwah.
Pemikiran dan pemahaman yang lama ini masih terbawa oleh mereka yang baru masuk islam, menjadi suatu prinsip bagi mereka dalam memutuskan keadaan. Sehingga ketika Rasullullah Saw wafat mereka mengira bahwa pertolongan Allah tidak lagi bersama umatnya, maka dengan mudah merekapun meninggalkan islam, menjadi murtad. Mereka yang murtad ketika itu wajib pilihannya bagi Abu Bakar RA sebagai Khalifah untuk memerangi mereka, karena nantinya bisa menjadi ancaman dalam situasi yang genting pada waktu itu. Pilihannya hanya dua bersama Allah dan RasulNya atau bersama Musuh Allah yang akan menyerang pada waktu itu. Inilah musibah yang pertama setalah wafatnya Rasullullah Saw yaitu munculnya pemurtadan sejumlah orang-orang ketika itu.
Musibah yang kedua setelah wafatnya Rasullullah Saw, orang tidak mau lagi membayar zakat. Maka Abu Bakar RA sebagai khalifahnya Rasul ingin agar suasana agama yang ada di jaman Rasullullah Saw ini sama dengan masa di kekhalifahannya. Kecintaan Abu Bakar RA ini kepada islam telah membuat Abu Bakar RA ketika itu mengambil sikap dalam menghadapi pengemplang Zakat :
“Lauman auni inqolan kamilu addunahu fi addin Nabi La qod khalbu”
Artinya : “ Kalau ada orang yang berzakat pada jaman Nabi Unta bersama Talinya, sekarang kurang tali saja tetap akan saya perangi dan saya bunuh”
Ini karena apa ? ini karena didalam seutas tali ini yang mengikat leher unta sekalipun, juga ada hak daripada fakir miskin. Orang miskin pada saat itu tidak ada yang demonstrasi walaupun mereka tidak membayar zakat. Baru-baru ini ada program pemerintah yaitu “Bantuan Langsung Tunai” untuk fakir miskin. Namun yang mengantri meminta bantuan ini bukan saja dari kalangan fakir miskin saja, dari kalangan yang mampupun ikut mengantri, inilah kondisi kita hari ini. Sedangkan di jaman Sahabat RA pada waktu itu jangankan orang yang mampu, orang yang miskin sekalipun tidak ada yang mengemis-ngemis meminta bantuan. Pada waktu itu seolah-olah tidak ditemukan keluarga yang miskin, padahal ada. Ini karena apa ? Orang yang tidak tau betul-betul keluarga si fakir miskin akan mengira si fakir ini orang yang mampu, karena mereka tidak pernah menampakkan wajah susahnya, ataupun pernah mengadu kesusahan. Orang-orang seperti ini tidak pernah menampakkan wajah susahnya, tidak pernah berharap, walaupun tidak punya apa-apa. Inilah kehidupan orang-orang yang telah di Ridhoi Allah Swt. Maka Khalifah ketika itu Abu Bakar RA lebih tau akan hak daripada orang-orang miskin, walaupun mereka tidak meminta. Abu Bakar RA tampil kedepan menyuarakan suara orang miskin ini, dikarenakan beliau pernah kaya dan Jatuh miskin untuk memperjuangkan agama. Jadi orang yang jatuh miskin karena memperjuangkan agama inilah yang berhak menyuarakan suara dari orang-orang miskin. Namun jika orang miskin jadi kaya, ini kebanyakan jadi lupa kepada Allah Swt.
Maka datangnya harta dalam kehidupan kita bisa menjadi suatu musibah. Dulu kalau di Sragen ini orang-orang berbondong-bondong ke malam ijtima ini pakai sepeda, kalau sekarang sudah pakai motor. Namun seringkali mereka suka mengatakan perkataan yang keliru : “Alhamdullillah sekarang kita sudah mendapat nusroh dari Allah.” Inilah keadaan kita hari ini. Jadi sorang khalifah harus tahu betul daripada hak-hak daripada orang miskin.
Lalu musibah yang ketiga ini setelah wafatnya Rasullullah Saw ini adalah munculnya nabi-nabi yang palsu membawa pemikiran-pemikiran yang palsu. Sehingga ketika itu Abu Bakar RA mengeluarkan rombongan untuk mengahadapi pemikir-pemikir palsu tadi.
Musibah yang ke empat adalah ancaman serang dari luar Madinah yaitu bala tentara Romawi yang siap menyerbu. Bagaimana Abu Bakar RA menyelesaikannya ? dengan mengeluarkan rombongan-rombongan sebanyak-banyaknya hingga hampir-hampir tidak ada sahabat yang tersisa di kota madinah. Kejadian ini membuat pasukan romawi bergetar karena mereka menyangka jika laki-laki yang dikeluarkan dari madinah sebanyak itu bagaimana yang tinggal di dalamnya. Mereka berpikir kalau kita menyerang kedalam pasti kita akan terjebak dengan rencana mereka terkepung dari luar dan dalam. Pasukan Romawi tidak tahu asbab kebijakan Abu Bakar mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya, kota madinah kosong dari laki-laki. Mereka menyangka secara logika tidak mungkin Abu Bakar RA mengirim semua laki-lakinya keluar Madinah dan membiarkan kota madinah kosong. Jadi menurut mereka tentara  romawi, bahwa ini taktik jebakan umat islam. Namun asbab dari perintah Allah dan sunnah Rasul, Abu Bakar RA bukannya menarik rombongan bahkan mengirimkan rombongan sebanyak-banyaknya di jalan Allah memperjuangkan agama.
Jadi apa aja yang masalah yang dihadapi Khalifah Abu Bakar RA setelah wafatnya Nabi Saw :
1.     Orang Murtad
2.     Orang Tidak Mau Bayar Zakat
3.     Nabi Palsu
4.     Tentara Romawi
Bagaimana cara Abu Bakar RA menyelesaikan masalah ketika itu :
1.     Berangkatkan segera rombongan Usmah bin Zaid RA yang telah dibentuk Nabi Saw.
1.     Berangkatkan rombongan sebanyak-benyaknya untuk menhadapi Murtadin, Pengemplang zakat, dan Nabi Palsu, hingga tidak tertinggal satu laki-lakipun di Madinah
Hasilnya :
1.     Orang-orang kembali masuk islam
2.     Orang-orang kembali membayar Zakat
3.     Nabi Palsu ditumpas
4.     Pasukan Romawi batal menyerang karena ketakutan
Inilah cara Abu Bakar RA menyelesaikan masalah yang banyak dan bertubi-tubi ketika itu yaitu dengan mengeluarkan rombongan-rombongan di jalan Allah. 4 masalah diselesaikan dengan 1 cara yaitu keluarkan rombongan pergi di jalan Allah. Hari ini kalau orang tidak bayar zakat bagaimana solusinya simposium dulu, diskusi dulu, rapat dulu, namun rombongan tidak ada yang dikeluarkan.  Maka akhirnya kita hari ini ditipu dengan utang-utang yang besar. Dengan cara Rasullullah saw, satu saja caranya yaitu dengan mengirimkan rombongan sebanyak-banyaknya, maka Allah akan selesaikan masalah. Ini adalah shiroh Nabawiyah, dan inilah kehidupan daripada Rasullullah Saw dan Sahabat RA. Padahal hari ini banyak kita dengar bahwa banyak dikepulauan-kepulaun kita orang menjadi murtad, masih banyak orang tidak mau membayar zakat, namun semua ini hanya kita denger sebagai berita-berita saja. Namun hari ini karkun tertibnya sudah dirubah-rubah menjadi tertib selebriti, hanya ada berita-berita saja seperti di koran-koran. Da’i ini bukanlah pembuat berita melainkan pembuat sejarah. Kalo celebrity ini kerjanya meramaikan koran-koran, tetapi kalo da’i ini meramaikan halaqoh-halaqoh dan mahalah-mahalah di tempatnya masing-masing. Walaupun sudah demikian gawatnya pemurtadan terjadi, agama ditinggalkan, namun tetap saja rombongan yang dikeluarkan masih dibawah target. Kita ingin keadaan kembali seperti di jaman Rasullullah, kita ingin yang murtad kembali ke islam, namun kita tidak ingin usaha, bagaimana bisa ? Kita tidak mau berusaha namun pingin mendapatkan hasil, bagaimana bisa ? Dizaman Abu Bakar RA mungkin hanya zakat yang ditinggalkan, namun hari ini kita hampir semua perintah Allah ditinggalkan oleh ummat. Bahkan sholatpun ditinggalkan oleh ini ummat. Padahal di dalam sholat itu ada dialok mesra antara hamda dan khaliknya. Dalam setiap bacaan ini ada jawaban Allah yang halus yang tidak terdengar oleh kita. Ketika kita membaca Al Fathihah :
1.     Alhamdullillaahi Rabbil Alamiin
Maka Allah akan membalas : “Hammi dari Abdi” artinya : “Hambaku telah memujiku”
1.     Arrahmaanir Rahiim
Maka Allah akan membalas : “Wattana ‘ilayya Abdi” artinya :“HambaKu terus-terusan Memujaku”
1.     Maalikiyawmid Deen
Maka Allah akan membalas : “Maddajjani Abdi” artinya : “Hambaku Mengagungkan Aku”
1.     Iyyaakana’budu wa Iyyaakanash Ta’in
Maka Allah akan membalas : “Hadzana Baini wa Baina Abdi” artinya ini hanya diantara Aku dan HambaKu saja” yang lain tidak boleh ikut campur, maka apapun yang dia minta akan Aku perkenankan pada saat ini. Apa itu yang diminta :
1.     Ihdinash shiraatal Mustaqiem Shiraatalladziina an’amta alaihim ghoiril Maghduubi alaihim waladh dholliin
Rupanya mereka meminta Hidayah, petunjuk ke jalan-jalan orang yang aku Ridhoi.
Inilah sebaik-baiknya doa yaitu memohon hidayah, bukan meminta harta atau jabatan. Inilah bahasa-bahasa di dalam sholat, namun sudah ditinggalkan ummat. Orang-orang yang membawa pemikiran-pemikiran palsu, seperti pemikiran nabi-nabi palsu, mulai bermunculan. Pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan perintah Allah dan kehidupan Nabi Saw di agung-agungkan seperti emansipasi wanita ala barat, Jaringan Islam Liberal, dan lain-lain. Bahkan orang yang mengklaim sebagai nabipun juga bermunculan pada hari ini. Namun apa yang kita perbuat hari ini. Jika hal ini dibiarkan berkembang maka akan berkembang kemana-mana. Supaya fikir kita tidak kemana-mana maka haru kita ikat dengan perintah-perintah Allah, walaupun itu tidak masuk akal. Jika tidak maka pemikiran kita akan melantur kemana-mana dan lupa perintah Allah Swt. Akibatnya lahirlah pemikiran-pemikiran bebas seperti Nabi-nabi palsu, dan menganggap orang-orang yang keluar di jalan Allah ini adalah orang-orang yang kolot. Padahal orang-orang yang kolot-kolot seperti inilah yang di cintai Allah Swt dan RasulNya. Bahkan Nabi Saw katakan :
“Khoirul quruuni Khornii” : “sebaik-baiknya zaman adalah zamanku”
Rasullullah Saw mengatakan di zamannya lah sebaik-baiknya zaman atau “Khoirul Qurun”. Dimana onta masih dipakai sebagai kendaraan utama, belum ada mobil dan pesawat, tetapi itulah sebaik-baiknya zaman, Ini karena apa ? agama sempurna diamalkan dan bersih dari pemikiran-pemikiran palsu. Pada hari ini Romawi dan Yahudi bukan saja merencanakan menyerang, namun sudah masuk dalam kehidupan umat islam. Berapa banyak orang yang mengatakan benci sama yahudi dan romawi atau nasrani namun kehidupan mereka yang membenci sama dengan yahudi dan nasrani. Bahkan kehidupannya menolak daripada kehidupan Rasullullah Saw dan sahabat karena pengaruh kehidupan yahudi dan nasrani ini. Maka bagaimana jalan keluarnya yaitu sebagaimana pemikiran Abu Bakar RA yaitu dengan mengeluarkan rombongan sebanyak-banyaknya. Kita kirim rombongan-rombongan ke negeri jauh dan ke pelosok-pelosok negara kita, untuk mengobati daripada penyakit-penyakit keimanan akibat virus-virus kehidupan yahudi dan nasrani.
Insya Allah semua bersedia !!
KH. Abdul Halim (Almarhum), Syuro Indonesia, Sragen, Bayan Musyawarah Indonesia 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar